Laporan

Pada 25 November merupakan hari anti kekerasan terhadap perempuan. Bersama dengan jaringan perlindungan perempuan dan anak melakukan aksi bersama yang dilaksanakan di bundaran Tugu Muda Semarang. Para peserta aksi melakukan longmarch mengelilingi bundaran Tugu Muda. Jaringan yang terlibat dianataranya LBH Apik, LBH Semarang, LRC-KJHAM, SPRT, PBHI, SETARA, IIWC, PKBI, Perempuan Mahardika, KOPRI Jateng, KOPRI Cabang Semarang, KOHATI Cabang Semarang, PPT Seruni Kota Semarang, KPI Kota Semarang, LPSAP Rayon Tarbiyah, PMII Komisariat Walisongo. Dalam aksi ini dengan koordinator Nur Hasanah dari SPRT.
Setelah acara aksi di bundaran Tugu Muda Semarang selesai maka dilanjutkan pada malam harinya dengan acara Diskusi dan Gelar Karya Perempuan untuk menghapuskan kekerasan seksual. Perempuan masih mengalami diskriminasi di berbagai sektor. Berdasarkan data yang di release oleh LRC-KJHAM bahwa pada tahun 2014 tercatat 632 perempuan menjadi korban kekerasan. Tertinggi perempuan mengalami kekerasan seksual dengan jumlah 507 perempuan korban. tidak hanya itu bahwa kasus kekerasan lebih banyak terjadi di wilayah privat dengan jumlah 80,22%. Berdasarkan fakta tersebut maka sangat sulit bagi perempuan korban kekerasan untuk mengungkapkan pengalamannya karena kekerasan masih dianggap sebagai aib. Selain itu, masih banyak hambatan yang dialami perempuan korban kekerasan seksual untuk mengakses keadilan. Laporan korban di tolak oleh polisi dan dianggap suka sama suka ketika korbannya dewasa. Tingginya laju kekerasan seksual yang terjadi tidak dibarengi dengan sistem penanganan yang memadai untuk korban kekerasan.
Selain faktor kekerasan terhadap perempuan yang semakin meningkat jumlahnya serta berkembangnya modus kekerasan terhadap perempuan khususnya untuk bentuk kekerasan seksual yaitu muncul kasus perbudakan seksual dan kontrol seksual melalui perda-perda yang mengatasnamakan aturan agama dan kontrol moral yang semakin memposisikan perempuan menjadi semakin diperlakukan diskriminatif oleh negara dan peradaban patriarki. Faktor ketiadaan perlindungan bagi perempuan dari kelompok marginal dan rentan diantaranya yaitu ditolaknya Draf RUU Perlindungan PRT yang dalam 2 periode prolegnas DPR yaitu 2004-2009 dan 2009-2014 serta tidak menjadi prioritas prolegnas sehingga batal dibahas dan diundangkan, serta kekerasan dan intimisdasi yang dialami oleh perempuan miskin dan marginal yang menjadi korban dalam konflik sumber daya alam seperti pendirian Pabrik Semen di Rembang dan PLTU di Batang, semakin meneguhkan dominasi patriartki dan keterlibatan negara sebagai pelaku pelanggaran Hak Asasi Perempuan.
Rangkain acara pada peringatan 25 November hari anti kekerasan terhadap perempuan diisi dengan berbagai bentuk pementasan seni dan publikasi data kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Jawa Tengah pada tahun bersama, lalu diakhiri dengan pembacaan statemen bersama. Dalam acara ini diikuti oleh sekitar 70 peserta. Harapannya bahwa bersama-sama mengajak masyarakat untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
Berdasarkan release yang disampaikan dalam aksi ini mempunyai beberapa tuntutan kepada pemerintah baik pusat maupun provinsi bahwa :
1.    Pemerintah Indonesia segera mengesahkan RUU Perlindungan PRT
2.    Pemerintah provinsi Jawa Tengah harus ikut serta dalam penyusunan rancangan RUU Penghapusan Kekerasan seksual
3.    Mendesak Pemerintah Indonesia dan DPR-RI memprioritaskan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Prolegnas tahun 2015 dan pengesahannya
4.    Pemerintah baik pusat/provinsi harus menyediakan anggaran kusus untuk perempuan korban kekerasan seksual
5.    Menolak seluruh bentuk praktik mafia peradilan dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.