
Raja Ampat adalah jantung Segitiga Terumbu Karang Dunia dan pusat keanekaragaman hayati, baik di darat maupun di lautan. Bagi masyarakat setempat, alam Raja Ampat bukan hanya simbol keindahan, tetapi juga sumber kehidupan.
Namun, kini ancaman datang dari aktivitas pertambangan, khususnya tambang nikel yang mulai merambah wilayah Papua Barat Daya. Kegiatan ini terindikasi merusak alam, menimbulkan sedimentasi, serta mencemari laut dan ekosistem sekitar. Kerusakan mungkin tidak langsung terlihat, namun dalam jangka panjang akan mengganggu kelestarian terumbu karang dan habitat ikan yang menjadi sumber pangan dan ekonomi masyarakat pesisir.
Dampaknya tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga terhadap perempuan. Di Raja Ampat ada tradisi sasi yang upaya pengelolaan wilayah pesisir oleh Perempuan yang dengan adanya tambang menjadi terancam sehingga menggerus identitas budaya setempat. Jika eksploitasi terus menerus terjadi, maka perempuan tidak hanya menghadapi persoalan lingkungan, tetapi juga ketidakadilan struktural dan budaya yang mengancam kelangsungan hidup, kesehatan, peran sosial, dan identitas mereka.
Melindungi Raja Ampat berarti melindungi keberlanjutan hidup, dan budaya di Wilayah tersebut