Tema :
Refleksi dan Doa Lintas Iman “Antara Kekerasan, Kebisuan
Negara, dan Ketimpangan Pemenuhan Hak Korban”
Semarang, 23 Juli 2025
Sudah 41 tahun Indonesia meratifikasi konvensi ini melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Adanya Undangundang
tersebut, menunjukkan bahwa Indonesia berkomitmen dalam penghapusan segala
bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
Lebih dari empat dekade ratifikasi, diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan masih
mengakar kuat, baik dalam bentuk struktural maupun kultural. Sepanjang tahun 2020 – 2024
tercatat 650 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari data ini, 66% korban mengalami
kekerasan seksual. Kekerasan ini terjadi di ruang privat, ruang publik, lembaga pendidikan juga
keagamaan. Pelaku lebih banyak dilakukan orang-orang terdekat korban.
Dalam mengakses hak-haknya, korban banyak mengalami hambatan. Hambatan tersebut antara
lain anak perempuan dikeluarkan dari sekolah karena ketahuan menjadi korban kekerasan
seksual berbasis elektronik (KSBE). Anak perempuan korban kekerasan seksual yang
dikeluarkan dari sekolah, dianggap aib kemudian dinikahkan dengan pelaku. Perempuan korban
kekerasan seksual yang dikeluarkan dari pekerjaanya. Putusan kasus KDRT yang sangat rendah
hanya 4 bulan. Selain itu, kasus KDRT juga masih ditemukan ada yang mandek di kepolisian.
Perempuan korban kekerasan seksual dewasa juga masih mengalami hambatan bahwa
keterangan korban tidak dipercaya oleh penyidik. Masih ditemukan kasus kekerasan seksual
anak mandeg dengan alasan usia pelaku sudah tua dan sakit. Pembebanan alat bukti kepada
korban dan keluarga korban. Belum semua penyidik memberikan informasi perkembangan
perkara (SP2HP). Polisi masih menstigma korban kekerasan seksual dewasa (suka sama suka).
Perempuan jurnalis juga rentan mengalami kekerasan seksual pada saat melakukan liputan.
Pada tahun 2024 – 2025 semakin maraknya kasus femisida terhadap perempuan korban
kekerasan berbasis gender sejumlah 8 kasus.
Pasca ratifikasi konvensi CEDAW Indonesia mengesahkan beberapa peraturan Nasional sebagai
bentuk komitmen dalam melindungi perempuan. Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang
Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan pada tahun 2022 mengasahkan undang-undang Nomor
12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Berdasarkan hal tersebut, maka kami
mendorong Negara untuk segera mengambil Langkah-langkah :
- Mengimplementasikan Undang-undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual agar dapat melindungi seluruh perempuan dari agama, ras dan etnis
apapun. - Mengesahkan seluruh peraturan pelaksana Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan
Seksual yang melindungi korban. - Mengesahkan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga.
- Menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan di Jawa Tengah
Jaringan Jawa Tengah :
LRC-KJHAM – Pelita – LBH Semarang – PKBI Jawa Tengah – LBH Apik Semarang – SAMMI
Institute – WHDI Kota Semarang – WKRI Kota Semarang – Wandani Kota Semarang – PW
Fatayat NU Jawa Tengah – Puan Hayati Kota Semarang – PERKHIN Kota Semarang –
PWKI Kota Semarang – LI JAI Semarang – KOPRI Jawa Tengah – GUDURIAN UIN
Walisongo Semarang – GOW Kota Semarang – PHDI Kota Semarang – HMJ SAA UIN
Walisongo – Kongregasi Suster Penyelenggaraan Ilahi – Yayasan SETARA
Narahubung:
- 0858-6991-0746
- 0857-2640-2796