(024) 6715520lrc_kjham2004@yahoo.com
youtube kami
Menu
  • Home
    • Informasi & Kegiatan Lembaga
  • DONASI KEADILAN
  • Konsultasi
  • Buku

Kita Butuh UU TPKS, UU TPKS Juga Butuh Kita

  • Home
  • Artikel
  • Kita Butuh UU TPKS, UU TPKS Juga Butuh Kita
Tidak ada komentar
Categories: Artikel
25 Mei, 2022

Adanya UU TPKS yang progresif membutuhkan gerak penegak hukum dan masyarakat yang progresif pula. Sebab, kapal penyelamat itu masih membutuhkan nahkoda-nahkoda yang bisa menyetirnya dari hulu ke hilir.

Sembilan hari sebelum peringatan hari Kartini, masyarakat rentan Indonesia mendapat kado terindah sepanjang tahun ini; pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) setelah menanti perjalanan sekian tahun. Beberapa ada yang menangis haru ketika UU TPKS ini ketuk palu, ada yang bersorak sorai di media sosial, ada pula yang berteriak puas, hari itu begitu cerah, terutama bagi korban kekerasan seksual.

Kita sebagai masyarakat memang butuh payung hukum terkait tindak kekerasan seksual, terbukti dari data yang bahkan cuma sebatas gunung es, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melaporkan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dalam ranah personal yang tercatat di lembaga layanan mencapai 2.363 kasus pada 2021. Dari data tersebut, Komnas Perempuan menyatakan setidaknya ada tiga kasus kekerasan seksual dalam kurun tiga jam saja. Di Jawa Tengah, berdasarkan data dari LRC-KJHAM di tahun 2021 ada 85 kasus kekerasan terhadap perempuan, dari 85 kasus tersebut, 34 diantaranya ialah kasus kekerasan seksual.

Maka tak heran, kehadiran UU TPKS bak kapal penyelamat dari air bah kotor bernama ‘kekerasan seksual’. Memang, salah satu cara untuk melakukan perubahan untuk pengarus utamaan gender, dalam hal ini penanganan dan pencegahan kekerasan seksual, salah satu yang signifikan yakni melalui perubahan hukum yang progresif, namun adanya UU TPKS yang progresif membutuhkan gerak penegak hukum dan masyarakat yang progresif pula. Sebab, kapal penyelamat itu masih membutuhkan nahkoda-nahkoda yang bisa menyetirnya dari hulu ke hilir.

Hal lain yang mesti diingat, meskipun sudah memiliki kapal besar yang menjadi juru selamat dari bah, badai dan ombak masih bisa menerjang. Badai dan ombak ini yang dikhawatirkan terjadi; ketika UU TPKS gagal diimplementasikan dengan sempurna.

Dalam kenyataannya, kebijakan publik tetap dapat risiko untuk mengalami kegagalan. Hogwood dan Gunn (1986) (dalam Wahab, 2014) mengelompokkan kegagalan implementasi kebijakan tersebut dalam dua kategori, yaitu:
1.     Non implementation
Mengandung arti bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana. Hal ini bisa terjadi karena pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya tidak mau bekerjasama, atau bekerja secara tidak efisien, bekerja setengah hati, atau karena mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan, atau kemungkinan permasalahan yang dikerjakan diluar jangkauan kekuasaannya, sehingga walaupun usaha mereka sangat gigih, hambatan-hambatan yang ada tidak sanggup ditangulangi. Akibatnya, implementasi yang sempurna tidak terpenuhi.
Perihal UU TPKS, kita mesti mengawal bagaimana aparat negara mampu menangani kasus kekerasan seksual sebagaimana mestinya; berpihak pada korban dan memberikan hak-hak korban tanpa terkecuali sesuai amanat UU TPKS.

2.     Unsuccesful implementation
Kebijakan bisa gagal ketika suatu kebijakan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun karena kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan sehingga kebijakan tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang dikehendaki. Kebijakan memiliki resiko gagal karena faktor pelaksanannya buruk (bad execution), kebijakannya sendiri buruk (bad policy), atau memang kebijakan itu bernasib jelek (bad luck).
UU TPKS sendiri masih menyisakan pasal yang akan dibahas di pembahasan RKUHP, yakni soal perkosaan dan pemaksaan aborsi, keduanya mesti bisa diakomodasi sehingga kebijakan dapat disempurnakan. Kemudian, faktor pelaksanaan dari UU TPKS mesti diawasi sedemikian rupa, jangan sampai korban masih memiliki ketakutan untuk melapor.

Oleh karena itu, kita sebagai kesatuan nahkoda kapal penyelamat bernama UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022 mesti menjaga kapal ini beserta penyintas di dalamnya untuk berlayar jauh menghadapi rintangan badai ombak yang menerpa, kita bertahun-tahun bersama membangun kapal ini sebab kita butuh tempat bernaung menerjang bah, tetapi kapal ini juga membutuhkan kita agar bisa mengarungi badai, menuju ruang aman yang bebas dari predator kekerasan seksual.

Penulis: Luthfi Maulana Adhari (Mahasiswa Ilmu Komunikasi, UNDIP)
 
Referensi:
Wahab, Solichin Abdul (2014) Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara

Komnas Perempuan (2021). CATAHU 2021: Perempuan Dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak Dan Keterbatasan Penanganan Di Tengah Covid-19. https://komnasperempuan.go.id/catatan-tahunan-detail/catahu-2021-perempuan-dalam-himpitan-pandemi-lonjakan-kekerasan-seksual-kekerasan-siber-perkawinan-anak-dan-keterbatasan-penanganan-di-tengah-covid-19 (diakses pada 24 Mei 2022).

Post navigation

← PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2022 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK
Buku BHBG (Bantuan Hukum Berbasis Gender) →

Category

  • Bincang Perempuan
  • Buku
  • Data Tahunan
  • Donasi Mayarakat
  • Fitness
  • Forum Pengada Layanan
  • Informasi & Kegiatan Lembaga
    • BLOG
    • Informasi & Kegiatan Lembaga
      • Artikel
      • WACANA
    • Press Release
    • Video
  • Kajian
  • Penelitian
  • Peraturan Perundangan & Kebijakan
  • Sekolah Gender
  • Tulisan
  • Uncategorized

Archives

  • November 2025
  • September 2025
  • Agustus 2025
  • Juni 2025
  • Mei 2025
  • Maret 2025
  • Februari 2025
  • Januari 2025
  • Desember 2024
  • November 2024
  • September 2024
  • Agustus 2024
  • Juli 2024
  • Juni 2024
  • Mei 2024
  • April 2024
  • Maret 2024
  • Februari 2024
  • Januari 2024
  • Desember 2023
  • November 2023
  • Agustus 2023
  • Juli 2023
  • Juni 2023
  • Mei 2023
  • Maret 2023
  • Februari 2023
  • Januari 2023
  • Desember 2022
  • November 2022
  • Oktober 2022
  • September 2022
  • Juli 2022
  • Juni 2022
  • Mei 2022
  • April 2022
  • Maret 2022
  • Februari 2022
  • Januari 2022
  • September 2021
  • Agustus 2021
  • Juli 2021
  • April 2021
  • Maret 2021
  • Februari 2021
  • Januari 2021
  • Oktober 2020
  • Agustus 2020
  • Juli 2020
  • Juni 2020
  • Mei 2020
  • April 2020
  • Maret 2020
  • Februari 2020
  • Januari 2020
  • Desember 2019
  • November 2019
  • Oktober 2019
  • September 2019
  • Agustus 2019
  • Juli 2019
  • Juni 2019
  • Mei 2019
  • April 2019
  • Maret 2019
  • Februari 2019
  • Desember 2018
  • November 2018
  • Oktober 2018
  • September 2018
  • Juni 2018
  • Mei 2018
  • Maret 2018
  • Januari 2018
  • Desember 2017
  • Oktober 2017
  • Agustus 2017
  • Juli 2017
  • Juni 2017
  • Mei 2017
  • Desember 2016
  • Oktober 2016
  • Februari 2016
  • Januari 2016
  • Desember 2015
  • November 2015
  • Oktober 2015