Refleksi 37 Tahun Ratifikasi Konvensi CEDAW dan 22 Tahun LRC-KJHAM

“Membangun Optimisme Implementasi CEDAW di Masa Pandemi Covid-19: Memperkuat Strategi Baru Masyarakat Sipil Dalam Memperkuat Akses Keadilan Bagi Perempuan”

Semarang, 24 Juli 2021

Sudah 1 tahun lebih Indonesia mengalami pandemi Covid-19. Bahkan mulai bulan Juni mengalami lonjakan kasus. Berdasarkan data dari covid19.go.id sampai 22 juli 2021 tercatat 3.033.339 orang terkonfirmasi positif Covid-19, pasien sembuh mencapai 2.392.927 orang dan meninggal dunia 79.032 orang.

Di situasi pandemic Covid-19 harus dipastikan bahwa setiap warga negara tidak mengalami diskriminasi termasuk perempuan. Sebagaimana mandat CEDAW yang telah diratifikasi melalui UU No. 7 tahun 1984, yang saat ini sudah selama 37 tahun. Tetapi diskriminasi terhadap perempuan masih terus terjadi. Fakta kasus kekerasan terhadap perempuan adalah bagian dari bentuk diskriminasi yang masih terus terjadi, bahkan angkanya semakin tinggi. Berdasarkan data monitoring LRC-KJHAM sejak tahun 2018 hingga Juni 2021, tercatat 503 kasus, dengan jumlah korban sebanyak 680 perempuan. Dari data penanganan kasus LRC-KJHAM tercatat, di tahun 2018 terdapat 74 kasus kekerasan terhadap perempuan, tahun 2019 meningkat menjadi 84 kasus, dan di tahun 2020 meningkat lagi menjadi 96 kasus. kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kasus kekerasan seksual termasuk kekerasan seksual berbasis online adalah kasus yang cenderung tinggi di masa pandemi ini.

Sementara itu korban mengalami hambatan dalam mengakses layanan dengan aman dan nyaman. Seperti akses layanan visum yang sudah dijadwalkan dengan RS harus dirujukkan ke RS lain karena RS penuh dengan pasien Covid. Tidak adanya ruangan khusus untuk layanan visum, melainkan di ruangan yang sama yaitu IGD yang bercampur dengan pasien Covid-19. Salah satu syarat untuk mengakses layanan shelter adalah korban harus memiliki surat keterangan negative Covid-19, akan tetapi tidak ada tempat khusus korban menunggu hasil sehingga harus dibantu oleh pendamping untuk mendapatkan tempat tinggal sementara. Selain itu, stigma dari aparat juga masih diterima oleh korban, seperti disudutkan dan disalahkan.

Dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi yang dilakukan secara tatap muka, juga menimbulkan kerentanan pendamping dan korban terpapar Covid-19. Seperti pada saat pemeriksaan medis atau layanan visum di Rumah sakit yang penuh dengan pasien Covid, pendampingan di kepolisian di mana ruangan yang sempit dengan banyak pengunjung yang sulit mentaati protokol kesehatan. Situasi tersebut membuat pendamping rentan terpapar Covid-19. Hingga saat ini, sebanyak 3 pendamping korban dari LRC-KJHAM dan Paralegal terkonfirmasi positif Covid-19 dan lebih dari 6 pendamping mengalami gejala yang mengarah pada Covid-19.

Sementara itu anggaran untuk perlindungan perempuan termasuk pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan semakin menurun. Dari hasil monitoring anggaran LRC-KJHAM terhadap APBD Provinsi Jawa Tengah menyebutkan bahwa anggaran Dinas Perempuan Anak Provinsi Jawa Tengah tahun 2020 adalah 33.431.326.000. Kemudian di tahun 2021 anggaran tersebut turun menjadi 27.932.278.000.  

Situasi ini ditambah dengan melemahnya partisipasi perempuan dalam ruang-ruang pengambilan keputusan. Kebijakan pembatasan yang menuntut dialihkannya forum-forum perencanaan pembangunan menjadi online atau daring, membuat keterlibatan perempuan menjadi terbatas. Diantaranya karena keterbatasan akses perempuan terhadap teknologi dan hambatan jaringan internet yang menjangkau hingga pedesaan.

Meskipun demikian, kerja-kerja penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, sebagaimana mandat CEDAW yang telah diratifikasi melalui UU No. 7 tahun 1984 tetap harus dijalankan. Untuk itu dibutuhkan strategi-strategi baru kerja-kerja pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, pendidikan kritis dan penguatan partisipasi perempuan.

Dalam refleksi 37 tahun konvensi CEDAW dan 22 Tahun LRC-KJHAM akan dilaksanakan dengan rangkaian kegiatan :

  1. Peringatan Harlah LRC-KJHAM ke 22 Tahun disiarkan secara Live di Facebook dan Instagram
  2. Launching
  3. Konsultasi Hukum Online
  4. Donasi Keadilan
  5. Lomba Perempuan Menulis
  6. Tiktok Competition
  7. Siaran Langsung Instagram NGEMPER (Ngobrol Bareng Perempuan)
  8. Siaran Langsung Facebook BAPER (Bincang Asik Perempuan)
  9. Konferensi Pers

Program-program inovasi tersebut diharapkan mampu menjadi strategi baru bagi perempuan korban kekerasan dalam mengakses keadilan. Masyarakat juga bisa berpartisipasi mendukung upaya untuk mewujudkan akses keadilan bagi perempuan. Pemerintah juga harus menciptakan inovasi-inovasi di dalam percepatan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan di masa pandemi Covid-19 ini.

Narahubung :

Citra Ayu Kurniawati      085726402796