
Kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM yang dialami oleh perempuan sesuai dengan Rekomendasi 19 “kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan – tindakan semacam itu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi”. Bentuk kekerasan terhadap perempuan sesuai dengan undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga No. 23 tahun 2004 diantaranya kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikologis dan penelataran rumah tangga.
Upaya perlindungan dan pemberdayaan terhadap perempuan korban telah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai peraturan perundang-undangan yang telah disahkan. Baik instrumen Internasional maupun nasional, dapat kita ketahui bahwa di tingkat Internasional pemerintah sudah mempunyai komitmen meratifikasi konvensi CEDAW yaitu konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan salah satu bentuknya adalah kekerasan terhadap perempuan. kemudian secara Nasional telah disahkan UU No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Perlindungan Anak, UU Pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, dan UU Perlindungan Pekerja Migran
Meskipun sudah ada beberapa peraturan perundang-undangan tersebut, tingginya angka kekerasan terhadap perempuan masih menjadi masalah perempuan di Indonesia, khusunya di Jawa Tengah. Sejak tahun 2013-2017, LRC-KJHAM mencatat terdapat 2.116 kasus kekerasan terhadap perempuan dan dengan 4.116 perempuan yang menjadi korban, 2.222 atau lebih dari 50% diantaranya mengalami kekerasan seksual. Kemudian di tahun 2018 sebanyak 311 perempuan mengalami kekerasan dan 246 atau sekitar 79% diantaranya mengalami kekerasan seksual, hal ini menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan yang ada saat ini belum cukup melindungi perempuan korban kekerasan seksual.
Selain itu, terdapat hambatan yang dialami perempuan korban dalam mengakses keadilan. Misalnya didamaikannya kasus kekerasan seksual oleh aparat penegak hukum (APH), ditolaknya laporan korban kekerasan seksual atau mandegnya kasus pada proses penyidikan karena hambatan dalam pembuktian, korban kekerasan seksual dinikahkan dengan pelaku, korban kekerasan seksual mengalami kriminalisasi sebagaimana kasus Baiq Nuril, putusan rendah untuk kasus kekerasan seksual. Ironisnya pelaku kekerasan terhadap perempuan adalah orang-orang terdekat korban seperti ayah tiri, ayah kandung, paman, tetangga, guru ngaji.
Dari hambatan-hambatan tersebut, seharusnya pemerintah segera membahas dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan seksual yang saat ini sedang menjadi agenda bersama untuk melindungi perempuan dan anak korban kekerasan seksual. Tetapi hingga saat ini pembahasan RUU tersebut mandeg di DPR RI. Maka penting untuk bersama-sama dengan berbagai elemen baik masyarakat, legislatif, pemerintah, tokoh agama, tokoh perempuan, akademisi dalam mendorong segera dibahasnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang masih mandeg di DPR-RI sampai saat ini.
Kamis, 6 Desember 2018
TVKU Semarang, Gedung E Kampus UDINUS
Jl. Nakula 1
17.00-18.00 WIB
Pada segment pertama narasumbernya
Endang Cicik Widayanti Koordinator SG Sekartaji : Bicara Hambatan Perempuan Korban kekerasan seksual
Krisseptiana Hendrar Prihadi Ketua PPT Seruni : Kebijakan perlindungan perempuan korban kekerasan seksual di Kota Semarang dan hambatannya
Hj. Hindun Anisah, MA Tokoh dari Muslim : Pandangan Agama terhadap korban kekerasan seksual
Dra. Hj. Sri Marnyuni Anggota DPRD Jawa Tengah Komisi E : Kebijakan perlindungan korban kekerasan seksual di Jawa Tengah dan dukungan anggota legislatif dalam pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Pada segment kedua narasumbernya
Prof. Dr. Agnes Widanti, S.H., CN Guru Besar UNIKA Soegijapranata : Kerangka hukum perlindungan korban kekerasan seksual
H. Taj Yasin Maimoen Wakil Gubernur Jawa Tengah : Kebijakan perlindungan korban kekerasan seksual di Jawa Tengah
Nur Laila Hafidhoh Kepala Operasional LRC-KJHAM : Situasi perlindungan hak korban kekerasan seksual dan situasi perkembangan advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual