Press Release
Diskusi Draft Naskah RUU Mengenai Penghapusan Kekerasan Seksual
“Menghadirkan Pertanggungjawaban Negara dan Individu Dalam Kasus Kekerasan Seksual”
Dalam rangka
Evaluasi 31 Tahun Ratifikasi Konvensi CEDAW Oleh Pemerintah Indonesia
Oleh ;
Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC KJHAM)
Jl. Kauman Raya No 61A Semarang, Telp/fax: (024) 6715520, Email: lrc_kjham2004@yahoo.com.
Berdasarkan data LRC-KJHAM sepanjang November-Juni 2015 bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan di Jawa Tengah tercatat 383 kasus dengan jumlah korbannya 1.083 perempuan korban kekerasan, 16 diantaranya meninggal dunia. 9 perempuan meninggal karena kasus Pekerja Migrant Perempuan, 4 perempuan meninggal karena kasus KDRT, 1 perempuan meninggal karena kasus perkosaan, 1 kasus perempuan meninggal karena kasus prostitusi dan 1 perempuan meninggal karena kasus KDP. Selain itu, tertinggi perempuan korban kekerasan mengalami kekerasan seksual dengan jumlah 69,62%, kekerasan psikologis dengan jumlah 16,34% dan 14,04% perempuan mengalami kekerasan fisik.
Perempuan yang mengalami kekerasan seksual dengan jumlah 69,62% terjadi hanya dalam rentang waktu selama November 2014-Juni 2015. Demikian juga data dari Komnas perempuan dan Komnas Perlindungan Anak. Pada tahun 2015. Komnas Perempuan mencatat, ada 56% (2.183) kasus kekerasan seksual (CATAHU Tahun 2015), dan Komnas PA mencatat bahwa terdapat 30,1% (2.132) kasus kekerasan seksual terhadap anak di sepanjang tahun 2011-2013.
Jika berdasarkan pada usia, pelaku kekerasan terhadap perempuan masih didominasi oleh pelaku dewasa dengan jumlah 282 orang atau 47,56% dari 593 pelaku yang terdiri dari anak-anak, lanjut usia dan tidak diketaui usianya, sedangkan jika dilihat dari jenis pelakunya, kekerasan terhadap perempuan banyak dilakukan oleh pelaku individu dengan jumlah 500 orang atau 84,32% dari 593 pelaku. Kekerasan seksual banyak dilakukan oleh pelaku individu dan relasi yang dekat dengan korban. misalnya dilakukan oleh ayah kandung, ayah tiri, tetangga, paman, dan lain-lain.
Sedangkan lokasi terjadinya kekerasan tertinggi di lokasi privat dengan jumlah 281 kasus atau 73,37% dari 383 kasus dan yang terjadi di lokasi publik dengan jumlah 26,63%. Terjadinya kasus kekerasan di lokasi privat ini mempersulit perempuan korban untuk memberikan pembuktian. Karena sistem hukum di Indonesia yang belum sepenuhnya melindungi perempuan korban kekerasan. Tetapi kekerasan tidak hanya terjadi di lokasi privat saja di lokasi-lokasi publik juga meningkat misalnya di hotel, di sawah maupun tempat yang lainnya. Selain itu, wilayah/area kekerasan terhadap perempuan tertinggi terjadi di wilayah komunitas dengan jumlah 42,81%.
Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya kekerasan seksual tidak seimbang dengan pemenuhan hak-hak korban. Perempuan korban kekerasan seksual masih mengalami banyak hambatan dalam mengakses hak-haknya. Kasus kekerasan seksual terhadap anak dalam proses sidang masih menggunakan TOGA, kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dewasa sulit dibawa ke proses hukum/tidak dianggap sebagai kekerasan seksual, bahkan korban kekerasan seksual yang dinikahkan dengan pelaku. Sesuai dengan fakta tersebut tidak seimbang dengan perlindungan hukum yang ada di Indonesia atau tidak adanya Undang-undang secara kusus yang mengatur perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan. Sehingga dibutuhkan adanya undang-undang khusus untuk menghapuskan kekerasan seksual.
Untuk itu kegiatan diskusi Draft Naskah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang melibatkan jaringan masyarakat sipil, akademisi, ormas, jurnalis, pemerintah dan mahasiswa penting untuk memberikan usulan/ masukan perbaikan Draft Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Sehingga Undang-undang tersebut mampu memberikan perlindungan yang komprehensif terhadap perempuan korban termasuk memuat unsur-unsur pemidanaan terhadap pelaku dan pemulihan korban dan pencegahan tindak kekerasan seksual. Maka pemerintah harus mengambil langkah-langkah segera untuk melindungi perempuan korban kekerasan seksual :
1. Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi prioritas dalam prolegnas 2016
2. Mengajak masyarakat sipil, ormas, jurnalis, mahasiswa, dll untuk mendorong RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk prolegnas 2016
3. Perbaikan layanan pusat pelayanan terpadu kususnya untuk korban kekerasan seksual di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
4. Melibatkan masyarakat sipil dalam melakukan pencegahan, penanganan dan pemulihan perempuan korban kekerasan seksual
Kontak Person :
Divisi Informasi dan Dokumentasi
Witi Muntari 085 740 715 982