[metaslider id=209]

BOROBUDUR MENOLAK KEKERASAN SEKSUAL

 

“Memperkuat Partisipasi Masyarakat dan Parlemen Dalam Mendorong RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Masuk Prolegnas 2016”

Dalam rangka

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

LINK-AP (Lingkar Advokasi untuk Perempuan) JATENG-DIY`

 

Berdasarkan hasil monitoring LRC-KJHAM mengenai kasus kekerasan terhadap perempuan di 35 Kabupaten/ Kota provinsi Jawa Tengah pada November 2014 – Oktober 2015 tercatat 477 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah korban 1.227. Akibat kekerasan terhadap perempuan 21 korban meninggal dunia, 9 meninggal karena kasus Buruh Migran (BM), 8 meninggal karena kasus KDRT, 2 meninggal karena kasus Kekerasan dalam Pacaran (KdP), 1 meninggal karena kasus perkosaan dan 1 meninggal karena kasus Prostitusi.

Berdasarkan jenis kasus tercatat 201 kasus KDRT dengan 201 korban, 94 kasus Kekerasan dalam Pacaran (KdP) dengan 274 korban, 68 kasus Perkosaan dengan 102 korban, 48 kasus Prostitusi dengan 479 korban, 25 kasus Buruh Migran (BM) dengan 110 korban, 21 kasus Perbudakan seksual dengan 21 korban, 13 kasus Pelecehan Seksual dengan 19 korban dan 7 kasus Trafiking dengan 21 korban.

Kasus kekerasan terhadap perempuan tersebar di 35 Kabupaten/ kota. Tertinggi adalah kota Semarang dengan 177 kasus, kemudian di ikuti Wonosobo dengan 60 kasus, Surakarta dengan 37 kasus, Kendal dengan 265 kasus dan Kabupaten Semarang dengan 15 kasus. Lokasi kejadian kekerasan terhadap perempuan ini banyak terjadi privat dengan jumlah 362 kasus sedangkan diwilayah publik 120 kasus. Wilayah terjadinya kekerasan terhadap perempuan ini banyak terjadi di wilayah keluarga dengan 208 kasus, 197 kasus wilayah komunitas, 51 kasus wilayah negara dan 26 kasus wilayah transnasional.

Dari 1.227 korban kekerasan terhadap perempuan, 839 korban mengalami kekerasan seksual, 207 korban mengalami kekerasan psikis dan 181 korban mengalami kekerasan fisik. Kekerasan terhadap perempuan khususnya kasus kekerasan seksual dari tahun ketahun semakin meningkat bagaikan fenomena gunung es karena kasus yang dilaporkan, dicatat dan ditangani hanya sebagian kecil dari besaran jumlah kasus yang terjadi terhadap perempuan.

Tingginya kekerasan seksual yang dialami perempuan korban tidak berbanding dengan pemenuhan hak-haknya. Sepanjang tahun 2015 tidak ada satupun kasus kekerasan seksual usia dewasa dapat di proses hukum. Bahwa perempuan korban kekerasan seksual masih mengalami banyak hambatan. Kekerasan seksual yang dialami perempuan korban dewasa dianggap suka sama suka, tidak cukupnya alat bukti, perbudakan seksual yang dialami oleh anak karena terjadi berulang dianggap menikmati hubungan seksual tersebut dan kasusnya mandek. Tidak hanya dalam penegakkan hukum tetapi dalam mendapatkan pemulihan kesehatan perempuan korban kekerasan seksual juga masih mengalami hambatan. Salah satunya tidak terjaganya kerahasiaan atas kasus kekerasan seksual yang dialami korban dan anak korban kekerasan seksual yang hamil anaknya kesulitan mendapatkan akte kelahiran karena korban masih usia anak. Lalu, anak korban kekerasan seksual kesulitan mengakses pendidikan. Masih terhambatnya perempuan korban kekerasan seksual dalam mengakses hak-haknya tersebut dipengaruhi oleh ketiadaan peraturan di tingkat Nasional untuk melindungi perempuan korban kekerasan seksual.

 

Sehingga langkah-langkah segera yang harus diambil oleh pemerintah :

  1. Mengusulkan kepada DPR RI agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk dalam prolegnas 2016.
  2. Mendorong DPR di daerah untuk ikut serta mengusulkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk dalam prolegnas 2016
  3. Meningkatkan partisipasi masyarakat sipil dalam menghapuskan kekerasan terhadap perempuan
  4. Memperkuat perspektif Aparat Penegak Hukum (APH) dalam menegakkan keadilan bagi perempuan korban kekerasan seksual

Kontak Person :

Nur Laila Hafidhah LRC-KJHAM Semarang (085 740 219 881)