
PRESS RELEASE

Semarang, 24 November 2019
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Kampanye 16 HAKTP yang dilakukan setiap tahun dimulai tanggal 25 November hingga 10 Desember hari HAM Internasional. Dipilihnya rentang waktu tersebut dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan Hak Asasi Manusia serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.
Kekerasan terhadap perempuan kecenderungan terus meningkat setiap tahun. Di tingkat Nasional, data Catahu Komnas Perempuan tahun 2017 terdapat 348.446 kasus dan meningkat di tahun 2018 menjadi 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan. Pada tahun 2018, terdapat peningkatan kasus di ranah personal yaitu sebanyak 9.637 kasus.
Berdasarkan data LRC-KJHAM sejak tahun 2016-2018 tercatat 1.021 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah korbannya 1.886 dan 1.408 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Artinya dalam satu hari ada 1 s/d 2 perempuan menjadi korban kekerasan. Sementara itu di tahun 2018 dari bulan Oktober – Oktober 2019, tercatat 96 kasus kekerasan terhadap perempuan, 61 perempuan diantaranya menjadi korban kekerasan seksual. Perempuan korban kekerasan masih mengalami hambatan dalam mengakses keadilan terutama perempuan korban kekerasan seksual. Perempuan korban kekerasan seksual yang mengalami kriminalisasi, dinikahkan dengan pelaku, masih kuatnya stigma masyarakat terhadap perempuan korban yang tidak mendukung justru menyalahkan korban.
Selain perempuan korban kekerasan, juga terdapat kelompok-kelompok perempuan lain yang hingga sekarang masih mengalami hambatan dalam mengakses hak-haknya terutama hak atas jaminan perlindungan sosial. Kelompok perempuan tersebut antara lain adalah perempuan pekerja rumahan, perempuan dengan disabilitas, perempuan pesisir/ nelayan, perempuan yang berhadapan dengan konflik lingkungan, perempuan petani, perempuan pekerja migran, perempuan kepala keluarga, dan lain sebagainya.
Banyaknya persoalan dan situasi yang dialami perempuan menunjukan bahwa adanya ratifikasi konvensi CEDAW, adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang juga belum mampu menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan di semua sektor termasuk menghapus kekerasan terhadap perempuan.
Berdasarkan hal tersebut kami Jaringan Jawa Tengah mendesak kepada pemerintah agar:
- Memperbaiki status pemenuhan dan perlindungan hak asasi perempuan sebagaimana mandat CEDAW.
- Menuntaskan segala bentuk pelanggaran HAM perempuan.
- Pemerintah provinsi Jawa Tengah dan jajarannya di Kabupaten/ Kota untuk memberikan pengakuan dan perlindungan kepada kelompok-kelompok perempuan rentan, seperti perempuan korban kekerasan, perempuan disabilitas, perempuan pekerja rumahan, perempuan yang berhadapan dengan konflik lingkungan, perempuan pesisir, dan perempuan petani melalui kebijakan daerah seperti peraturan daerah, program dan kegiatan serta anggaran.
- Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mulai kritis, peduli dan tanggap terhadap permasalahan pelanggaran HAM perempuan terutama di Jawa Tengah.
CP:
Niha 085640000282
Citra 085726402796