

Selasa, 31 Maret 2020
Covid-19 telah menginfeksi 1.528 orang di Indonesia dengan korban meninggal sampai saat ini 136 jiwa. Tidak adanya kebijakan yang tegas dan jelas dari pemerintah mengakibatkan penyebaran virus ini semakin massif dan lebih susah dikendalikan. Dalam situasi seperti ini, arus mudik yang besar dari kota-kota metropolitan, terutama Jakarta yang menjadi epicenter dari wabah Covid-19, makin mempersulit penanganan Covid-19. Hal ini berdampak pada bertabrakan dan kacaunya pengambilan kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sampai 30 Maret 2020, angka resmi pemudik yang meninggalkan Jakarta menuju wilayah lain di Jawa sebesar 14 ribu ribu orang. Ini belum termasuk pergerakan para pemudik yang meninggalkan Jakarta atau kota-kota besar di Jawa ke kampung halaman atau tempat asal mereka dengan menggunakan kendaraan pribadinya sendiri. Di Jawa Tengah, sebagai perpaduan antara pengoperasian alat deteksi Covid-19 dan faktor kepulangan para pemudik ke kampung halaman mereka, peningkatan jumlah kasus infeeksi Covid-19 mencapai 100 persen dengan 64 terdeteksi kasus positif dengan 7 korban meninggal. Beberapa dari kasus tersebut adalah pemudik Jakarta yang pulang kampung ke Jawa Tengah.
Melihat hal tersebut, Koalisi Rakyat Bantu Rakyat (Kobar) yang terdiri dari 36 kelompok masyarakat seperti NGO, Kelompok Tani, Nelayan, Mahasiswa dan Komunitas menyatakan sikap yang tertuang dalam empat pembahasan seperti dijelaskan dibawah ini.
- Tolak Darurat Sipil, Berlakukan Karantina Wilayah
Tingkat penyebaran covid-19 yang tinggi dan arus mudik yang masih terus membludak setelah aktivitas di kota perlahan mati membuat masyarakat menjadi panik. Kepanikan masyarakat tersebut diperparah akibat tidak adanya kebijakan yang jelas dari pemerintah untuk mencegah arus mudik dan kebijakan dalam pemenuhan kebutuhan dasar perantau yang pulang ke tempat asalnya. Di beberapa daerah yang mulai didatangi pemudik, penduduk lokal mengeluhkan karena tidak ada pengawasan kepada pemudik yang baru datang. Mereka yang pulang kampung tersebut hanya didata, namun tidak dilakukan pengawasan pada saat isolasi diri dan tidak dilakukan rapid test atau pengecekan covid-19.
Di tengah tuntutan masyarakat agar diberlakukannya karantina wilayah, Pemerintah justru berencana mengeluarkan kebijakan darurat sipil. Kebijakan ini bisa menciptakan ketidakpastian hidup di kalangan warga. Kekhawatiran terhadap meningkatnya represivitas aparat dan pelanggaran demokrasi oleh Negara yang memaksakan kehendaknya pada masyarakat sipil yang sedang mengalami kerentanan akibat wabah Covid-19 akan menambah beban penderitaan masyarakat. Mayarakat sipil memandang darurat sipil adalah upaya Pemerintah untuk melepaskan tanggung-jawabnya dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Kebijakan ini lahir dari diagnosa yang salah, dalam kondisi ini maka Pemerintah perlu menjamin pemenuhan kebutuhan dasar dan pemenuhan akses kesehatan untuk pengobatan, bukan justru dihadapi dengan senjata dan pemberangusan demokrasi melalui darurat sipil.
Belajar dari resolusi konflik Aceh tahun 2003, ketika darurat sipil diberlakukan di sana pengendalian urusan sipil diserahkan dibawah kendali militer, kehidupan sosial Aceh menjadi semakin tidak pasti. Tidak ada jaminan kebebasan mengemukakan pendapat sebagaimana yang diamanatkkan konstitusi kita. Kegiatan ekonomi menjadi berbiaya lebih mahal dibandingkan di masa-masa biasa. Sementara dari sisi pendapatan, pelaku ekonomi justru mengalami penurunan keuntungan karena adanya pembatasan aktivitas perdagangan. Kita tentu tidak menginginkan situasi ini kembali terulang justru ketika penanganan Covid-19 membutuhkan peran dari berbagai elemen masyarakat secara demokratis dan keterbukaan akses informasi sebagai prasyarat mutlak kecepatan penanganannya.
- Maksimalisasi Realokasi Anggaran Untuk Penanganan Covid-19 dan Dampak nya
Pemerintah Pusat sudah mengeluarkan berbagai intrumen kebijakan seperti PMK Nomor 19 Tahun 2020 tentang penyaluran dan penggunaan dana bagi hasil, dana DAU dan dana insentif daerah dalam rangka penanggulangan Covid-19. Ada juga Permendagri Nomor 20 tahun 2020 tentang percepatan penanganan Covid-19 di lingkungan Pemerintahan daerah. Selain itu ada juga instruksi Presiden no 4 tahun 2020 tentang refocusing kegiatan realokasi anggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. Ketiga instrumen ini sebenarnya sudah cukup menjadi acuan hukum bagi Pemerintah daerah untuk segra melakukan langkah-langkah realokasi anggaran dan refocusing kegiatan untuk penanganan Covid-19 dan berbagai dampak sosial ekonomi yang menyertainya. Namun sampai saat ini masih banyak pemerintah kabupaten dan Kota di Jawa Tengah yang belum merilis atau membuka informasi terkait kebijakan dan realokasi anggaran yang dilakukan untuk menangani Covid-19.
Berdasarkan penelusuran kami melalui survey dan tracking media per 31 Maret 2020, tidak lebih dari 11 Kabupaten atau Kota yang sudah merilis anggaran untuk penanganan covid-19. Dari 11 kabupaten Kota tersebut masih ada 4 kabupaten kota yang masih berupa rencana, seperti Demak, Pati, Semarang dan Blora. Kelambatan Pemerintah daerah tersebut bisa disebabkan beberapa hal. Pertama, masih menunggu perkembangan kasus di daerah masing-masing. Kedua, masih menunggu aturan yang lebih teknis terkait realokasi angggaran. Ketiga, masih adanya kebingungan dari pemerintah kabupaten/kota dalam penanganan covid-19.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berdasarkan dari website humas Provinsi berencana mengalokasikan 1,4 Triliun untuk menyikapi dampak ekonomi akibat covid-19. Bantuan akan diberikan secara langsung berupa sembako atau bahan bahan lainnya. Berdasarkan perhitungan yang kami lakukan, potensi anggaran yang dapat dialokasikan bisa lebih dari 1,4 triliun. Lewat diskusi terbatas tim kami, ada potensi anggaran sebesar 4,3 Triliun yang bisa digunakan untuk menyikapi dampak ekonomi akibat Covid-19.
Melihat hal tersebut ada empat hal penting yang harus segera dilakukan oleh Pemerintah. Pertama, Pemerintah Provinsi segera menyusun surat edaran atau petunjuk teknis bagi Pemda untuk melakukan refocusing anggaran dan realokasi kegiatan yang lebih detail. Kedua, mendorong Pemda untuk berkoordiasi dengan Pemerintah desa untuk segera menghitung kebutuhan anggaran penangaan dan pencegahan covid-19 mulai dari analisis dampak klinis maupun non klinis sampai mitigasi klinis dan non klinis atau sosial eknomi. Ketiga, Pemerintah daerah mengkoordinir unit layanan kesehatan untuk proaktif melakukan upaya preventif pencegahan penyebaran covid-19. Keempat, melakukan realokasi anggaran dengan menyisir kembali anggaran yang tidak mendesak.
- Buka informasi publik peta sebaran detail Covid-19
Korea Selatan mencatat keberhasilan dalam penanggulangan Covid-19. Kunci keberhasilan tersebut ada dua, Pertama, drive true klinik atau uji menyeluruh terhadap orang-orang yang terpapar covid-19. Kedua, Keterbukaan informasi. Selain jaminan undang-undang terhadap informasi publik, Keterbukaan informasi juga menjadi cara yag dilakukan beberapa negara dalam menekan laju sebaran covid-19 ini.
Undang – Undang Nomor 14 tahun 2008 Pasal 10 ayat 1 memberi kewajiban kepada badan publik untuk mengumumkan secara serta merta suatu informasi yang mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Dalam konteks ini, Covid-19 sangat mempengaruhi hidup orang banyak. Pada ayat kedua, penyebaran informasi ini dengan cara mudah dan dapat dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Provinsi Jawa Tengah dan Kota Semarang sudah membuka informasi publik melalui website, namun hal ini belum diikuti oleh seluruh daerah di Jawa Tengah. Informasi yang sudah disebarkan pun masih sangat terbatas dan terkesan ditutup-tutupi, misalkan untuk peta sebaran detail sampai kepada kecamatan sampai kelurahan, dan tracking perjalanan korban yang tidak ada informasi nya. Pada awal launching website siaga corona Semarang kota, informasi detail sampai sebaran per kelurahan dapat dilihat namun saat ini informasi itu tidak lagi dapat di akses. Hal tersebut membuat masyarakat kebingungan untuk berhati-hati karena tidak ada peta jelas dan detail untuk bisa dihindari.
- Lindungi dan Penuhi kebutuhan Tenaga Medis
Kelompok masyarakat sipil telah menggalang bantuan untuk pemenuhan kebutuhan Tenaga Medis, diantara nya alat-alat perlindungan tenaga medis termasuk beberapa makanan dan kebutuhan lainnya. Berbagai kebutuhan itu didistribusikan kepada sembilan rumah sakit di Kota Semarang. Di lapangan kelompok masyarat sipil melihat Tenaga medis sangat kuwalahan karena peningkatan jumlah PDP yang drastis.
Tenaga medis sangat perlu mendapat perhatian khusus, karena secara fisik dan psikis mereka sangat merasakan kelelahan. Sehingga sangat perlu agar pemerintah menjamin perlindungan dan pemenuhan kebutuhan tenaga medis. Sampai saat ini sudah ada sembilan Dokter yang meninggal dunia akibat Covid-19. Di Jakarta saja sudah ada 81 Tenaga medis yang positif Covid-19. Pemerintah harus menjamin perlindungan tenaga medis sehingga tidak ada lagi tenaga medis yang harus menggunakan jaket hujan untuk menangani pasien.
- Solidaritas Rakyat Bantu Rakyat Sebagai Antisipasi Krisis Pangan
Covid-19 tidak hanya menghancurkan daya tahan fisik manusia. Penyebarannya yang cepat dan luas telah menghancurkan pula daya tahan ekonomi masyarakat. Penularannya virus yang terjadi lewat interaksi orang per orang dan dalam kerumunan membuat model pengantisipasian Covid-19 secara langsung menghancurkan perekonomian masyarakat. Dunia usaha hancur. Banyak pekerja dirumahkan karena adanya kekhawatiran semakin meluasnya wabah Covid-19. Sektor ekonomi informal turut hancur-lebur karena orang lebih memilih menyelamatkan diri dengan tidak keluar rumah daripada bepergian. Dan pasar, yang menjadi pusat interaksi ekonomi dalam bentuk kerumunan, juga mengalami penurunan aktivitas yang drastic.
Kelumpuhan ekonomi di kota-kota besar ini akhirnya membuat sebagian besar pekerja, buruh dan pelaku ekonomi di kalangan bawah tidak memiliki kepastian hidup di kota besar seperti Jakarta. Situasi ini pada akhirnya disikapi oleh mereka dengan melakukan mudik ke kampong halaman atau tempat asal mereka. Dari sisi penanganan Covid-19, peristiwa ini justru makin menyulitkan para petugas kesehatan dalam mengantisipasi perluasan wabah Corona. Sementara dari sisi resiko krisis pangan, kehadiran para pemudik di kampung halaman atau tempat asal mereka menciptakan kemungkinan persoalan krisis pangan dan kebutuhan hidup hidup.
Ancaman krisis pangan ini muncul di depan mata sejak dibatasinya operasi sarana transportasi publik demi mengantisipasi penyebaran wabah Covid-19 dan penurunan drastic aktivitas jual-beli di pasar. Memang Bulog Jawa Tengah telah mengkonfirmasi bahwa persediaan beras di gudangnya bisa memenuhi kebutuhan sampai 7 atau 8 bulan ke depan. Dan memang Perusahaan Gas Nasional (PGN) telah menjamin pasokan gas rumah tangga selama wabah Covid. Begitu juga dengan produk-produk sembako lain yang dibutuhkan masyarakat mungkin masih ada di pasaran. Namun kekacauan sarana transportasi dalam mendistribusikan barang-barang kebutuhan masyarakat telah menghambat akses masyarakat terhadap barang tersebut.
Ancaman krisis pangan ini menjadi semakin nyata mengingat tabungan masyarakat telah tergerus selama dua minggu terakhir mereka hanya menghabiskan waktu di rumah. Bagi masyarakat di Jawa Tengah, akibat arus mudik orang dari Jakarta atau kota-kota besar lain di pulau Jawa ke tempat asalnya, beban mereka menjadi bertambah karena sebagian besar mereka yang mudik tersebut juga memiliki tabungan atau daya tahan finansial yang terbatas. Situasi menyulitkan inilah yang membuat keputusan cepat pemerintah dalam mengalokasikan anggarannya untuk mengamankan sector pangan menjadi sangat penting.
Maka dalam situasi ini, masyarakat Jawa Tengah harus bisa memetakan seluruh sumber pangan yang ada di wilayahnya, memikirkan rantai distribusi dalam situasi darurat ketika rantai distribusi yang normal tidak bisa bekerja, melakukan eksperimentasi pembagian kerja mereka yang tinggal di kota dan mereka yang tinggal di desa demi memastikan ketersediaan pangannya, dan langkah-langkah lain yang diperlukan untuk mengantisipasiancaman kelangkaan pangan di wilayah Jawa Tengah.
Berdasarkan hal-hal diatas, Maka Koalisi Rakyat Bantu Rakyat ;
- Menuntut Pemerintah pusat segera mengeluarkan kebijakan karantina wilayah dengan menjamin pemenuhan kebutuhan hidup dasar masyarakat sesuai dengan Pasal 55 UU nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.
- Menuntut Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kota dan Desa untuk memaksimalkan realokasi anggaran dalam penanganan covid-19 dan antisipasi krisis pangan.
- Menuntut Pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan Kota untuk membuka informasi detail tentang sebaran kasus dengan tetap menjamin terlindungi nya privasi korban sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
- Menuntut Pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk menjamin perlindungan terhadap tenaga medis mulai dari ketersediaan APD, tempat menginap, cek kesehatan dan insentif bagi tenaga medis.
- Mengajak solidaritas jaringan masyarakat yang lebih luas untuk menjadi bagian dari solidaritas rakyat bantu rakyat sebagai gerakan antisipasi krisis pangan.
Koalisi Rakyat Bantu Rakyat (Kobar)
- YLBHI-LBH Semarang
- Pelita
- Gusdurian Semarang
- BEM FIK UNNES
- Muda Bersuara
- Pattiro
- LRC-KJHAM Semarang
- Serikat Pekerja dan Mahasiswa
- Eja Post
- Anak Robot Management
- BEM FE UNNES
- FNKSDA Semarang
- Mahasiswa Bergerak
- Kristen Hijau
- Aksi Kamisan Semarang
- Lingkar Diskusi Mahasiswa
- KASBI
- BEM Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES
- BEM Fakultas Hukum UNNES
- Indonesia Feminis
- Fitra Jawa Tengah
- BEM FIS UNNES
- Yayasan Kalal Rembang
- Yayasan Kembang Gula (Surakarta)
- KP2KKN Semarang
- Aliansi Masyarakat Taman Timur (Pemalang)
- YPK eLSA
- PPSW Surokonto
- Kawulo Alit Mandiri Dayunan
- BEM UNDIP
- BEM FH UNDIP
- GERAM (Gerakan Rakyat Menggugat) Blora
- Kooperasi Moeda Kerdja (Semarang)
- Forum KUB Mina Agung Sejahtera
- JM-PPK
- FPPKS (Forum Paguyuban Petnai Kebumen Selatan)
- Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
- KOPRI UIN Walisongo
Narahubung
Cornel Gea : 085727005445