23 April 2022, Dalam rangka peringatan hari Kartini dan Hari Bumi, Ngemper#45 hadir dengan tema “Kerusakan Lingkungan dari Kacamata Ekofeminis”. Lenny selaku host dalam ngobrol sore ini membuka dengan pertanyaan apa kaitan antara perempuan dan alam?. Dewi Candraningrum, narasumber merespon bahwa sejarahnya cukup panjang, namun kita mencoba melihat kilas baliknya secara pendek saja ya, dari sejak sistem ekonomi kapitalisme ada dan dilahirkan dalam revolusi industri pada abad ke-16. “Sistem ekonomi kapitalis itu menikmati jasa dan pelayanan gratis itu dari tiga hal ya yang pertama adalah domestic work yang kedua adalah care work pekerjaan pekerjaan domestic, pekerjaan-pekerjaan merawat. Lalu yang ketiga yang gratis berikutnya adalah jasa lingkungan inverymental services gratis yang berkaitan antara perempuan,” paparnya.

Perempuan yang berasal dari Organisasi Jejer Wadon ini menambahkan. “Bahwa dalam struktur masyarakat tradisional yang itu masih apa ya di reproduksi dalam masyarakat modern bahkan sampai sekarang, pekerjaan domestic dan pekerjaan merawat itu hampir semuanya dilakukan perempuan, jadi itu kaitannya dalam system ekonomi dunia, jadi gratis semua, jadi ekonomi kapitalisme itu menikmati gratisnya jasa perempuan, dan gratisnya jasa lingkungan”.

“Karena seperti itu tidak ada penghargaan ya udah gratis tidak ada pengakuan kemudian tidak ada pandangan bahwa sumber daya alam itu tidak terbatas itu ternyata salah, lalu lahir paradigma pembangunan berkelanjutan Sustainable Development, jadi Sustainable Development berangkat dari  bahwa ternyata apa yang dulu kita sebut sebagai sumber daya alam tidak terbatas itu sekarang semua terbatas dari air dari udara ada kesadaran itu dan oleh-oleh,” tambahnya.

Kemudian melanjutkan bahwasanya oleh-oleh luar biasa dari abad pencerahan di abad ke-16 sampai dengan sekarang, seluruh teknologi yang kita nikmati sekarang termasuk HP yang kita pakai yang di depan kita, tetapi oleh-oleh buruknya itu adalah pemanasan global, dulukan global warming sekarang sudah global hiting, sekarang sudah global torcing, itu adalah oleh-oleh yang sangat mengerikan dari abad pencerahan.

“Kita tercerahkan, kita tahu ilmu pengetahuan, ada penemuan bola lampu, ada penemuan energi-energi banyak hal tapi kita juga dapat oleh-oleh, oleh-oleh itu adalah pemanasan global yang itu mengakibatkan perubahan iklim, sekarang kita sering mendengar panasnya ekstrem, dinginyya ekstrem itu karena bumi kita sedang sakit sedang sekarat gitu ya, dan itu dalam Bahasa ekonomi dunia dan dalam bahasa developmentalis dalam bahasa pembangunan itu disebut dengan climate releated issue. Semua hal semua isu yang terkait dengan iklim bisa disebut dengan bencana iklim. Kemudian resiko iklim, pembiayaan yang terkait dengan iklim sekarangkan kita kenal climate releated finance, climate releated poluty, kemudian clamate disarcer.  Tetapi paradigma itu juga perlu ditemani dengan kesadaran bahwa kita kemanusiaan itu yang telah mengubah alam. Kita dengan seluruh aktivitas kita tidak lagi climate disarcer tetapi human tiger, human cost climate disarceri jadi perubahan iklim, atau bencana iklim yang disebabkan oleh manusia,” jelasnya.

“Dulu alam mengubah kita, dulu alam mendefinisikan pekerjaan kita tetapi sekarang kita mendefiniskan alam,” terangnya. Dewi juga menerangkan bahwa Ekofeminis ialah sebuah cara melihat. Bahwa itu adalah sebuah perspektif, itu adalah pandangan dunia yang terkait beberapa hal, yang pertama ialah cara kita melihat bumi dan segala isinya serta sumber daya keanekaragaman hayati, kemudian spesies-spesies yang pertama apakah kita melihat itu sebagai benda mati ataukah kita melihat itu sebagai benda hidup yang punya perasaan dan punya rasa sakit, karena ini punya implikasi hukum.

Kedua adalah relasi kuasa, relasi kuasa antara kita dengan bumi dan keanekaragaman hayati. Kalau kita memandang dari paradigma klasik antriposentris manusia adalah pusatnya, tetapi dalam paradigma ekofeminis itu digugat dan itu dikoreksi bahwa posisi kita setara dengan alam.

“Perubahan iklim menurut para ilmuwan ya setidaknya bumi kita butuh jeda 1000 tahun untuk balik sehat lagi ya tetapi jeda itu butuh suhu yang enggak sepanas sekarang ya karena kan kita meninggalkan jejak karbon ya menurut para ahli 3 mungkin ya memberikan jeda 1000 tahun pada bumi untuk recovery dirinya itu nggak mungkin. Salah satu solusi kebijakan yang itu jadi pembicaraan para pemimpin dunia dan para ilmuwan adalah dilakukan yang disebut sebagai adaptasi. Air laut naik itu penyebabnya tidak hanya mencairnya dua kutub, karena  panas ya itu mencair, empati terhadap bumi.” tegasnya.

Kemudian berikutnya adalah penurunan muka tanah, ledakan jumlah penduduk, peledakan urbanisasi, peledakan perumahan lalu infrastruktur. Terkait kenaikan muka air laut terus penurunan muka tanah kemudian peledakan urbanisasi karena trend ke depan adalah orang bergerak ke kota atau pinggir Kota.

“Saya kira kesadaran ini sangat langka sangat luar biasa dan kita harus memberikan apresiasi yang besar gitu ya, untuk itu kenapa karena perempuan itu berlipat-lipat lebih rentan daripada laki-laki, dilihat dari dua dimensi. Dimensi fisiologis adalah bahwa sistem reproduksi perempuan itu lebih kompleks daripada laki-laki. Selanjutnya antropologis adalah kita dalam struktur tradisional perempuan harus melakukan dua tugas tadi yaitu care and domestic. Pekerjaan domestik dan pekerjaan merawat yang itu terkait dengan persoalan-persoalan alam,” tuturnya.

Lalu kemudian, anak-anak perempuan kita juga kalau kita punya kemunduran ya pengetahuan tentang tubuh dan seksualitas. Jadi apa cara mendidik kita ?, cara kita mendidik anak kita nggak androgin gitu. Kalau misalnya nggak kita ajarin berenang, nggak kita ajarin naik motor, nggak kita ajarin buat bisa nyetir, enggak kita ajarin buat bisa manjat pohon, pengetahuan itu semakin mundur.

Rekomendasi untuk pemerintah masih sama ya terkait dengan keadilan kebijakan keuangan iklim climate finance, climate poluty seharusnya perempuan dilibatkan. Selain itu perlindungan perlindungan hukum untuk pekerjaan perempuan kemudian penghargaan dari negara terhadap peran kelompok-kelompok tadi itu seharusnya diberikan. Kemudian untuk masyarakat bahwa tantangan kita kedepan semakin besar dengan bencana yang terkait iklim dan juga tantangan dalam era pandemic ini. Perlu punya banyak bekal gitu ya dengan banyak belajar itu supaya kita bisa saling bersolidaritas, saling berjejaring, saling mendukung. Tidak diadu domba oleh negara atau oleh partai politik tertentu karena kan ini mau tahun 2004 ya. Tahun politik nanti kan polarisasinya itu kuat sekali, jangan sampai nanti karena itu kita terpecah belah.

Merespon dialog tersebut, penulis memandang penting untuk membekali diri dalam menghadapi perubahan iklim mendatang. Selain itu Penting untuk terus membangun solidaritas antar sesama. Kemudian merespon kerusakan lingkungan, sebagai makhluk hidup kita juga harus berterimakasih kepada alam karena sudah menyediakan semua kebutuhan untuk keberlangsungan hidup, salah satunya dengan cara menjaganya untuk dapat dinikmati juga oleh generasi yang akan datang.

Penulis: Soni Ridzal (Staff LRC-KJHAM)