Ngemper (Ngobrol Asik tentang Perempuan) episode 43 LRC-KJHAM, Tanggal 10 April 2022. Pembahasan RUU TPKS yang sudah selesai di bahas di tingkat pertama tentu sama-sama kita perlu apresiasi, tapi ini belum selesai karena masih ada proses pembahasan tingkat ke 2, masih ada pengesahan, masih ada pengundangan. Jadi, masih ada 3 tahap untuk RUU TPKS itu diberlakukan. Terkait RUU TPKS ini memang perjalanan panjang dan yang utama ini adalah kontribusi para korban dan seluruh pendamping. “Pada saat saya menjadi komisioner komnas perempuan mempelajari dari dokumen-dokumen yang ada memang diajukan ke DPR itu di tahun 2014 kemudian di terima dan menjadi RUU inisiatif itu di tahun 2016” ungkap Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan.

Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan menambahkan bahwa sejak proses konseptualisasi pentingnya payung hukum yang komprehensif untuk penghapusan kekerasan seksual maupun sampai pembahasan tingkat pertama ini kita harus tetap solid dan ini adalah kerja bersama dan harus sama-sama kita kawal pelaksanaannya. Atas nama Subkom Reformasi Hukum dan Kebijakan “Saya menyampaikan terimakasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada para korban, para penyintas, dan lembaga layanan termasuk kepada LRC-KJHAM karena bagaimanapun LRC-KJHAM adalah tempat saya pertama kali bersekolah tentang perempuan dan di LRC-KJHAM juga terkait pendokumentasian, suara korban dapat disuarakan”.

Selama bertahun-tahun ingin mengarustamakan suara korban dalam perjuangan advokasi Penghapusan Kekerasan Seksual, mendapatkan angin surga karena dalam pembahasan pertama kemarin RUU TPKS akan maju ke dalam pembahasan tingkat ke dua berdasarkan rapat tanggal 6 april kemarin yang disahkan oleh Baleg. Yustina Fendrita, Forum Pengada Layanan menambahkan bahwa “Saya merasa ada optimisme dari hasil kerja keras teman-teman pendamping, lembaga layanan, jaringan masyarakat sipil, dan juga komnas perempuan tentunya yang menggawangi perjuangan advokasi RUU TPKS ini hingga pada titik ini semangat itu masih tetap menyala, dan tentunya saya juga mengapresiasi beberapa aleg-aleg di Baleg yang masuk dalam Panja RUU TPKS yang tetap konsisten dan tentu mau membuka diri, partisipasi public terkait dengan masukkan-masukkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang memang menurut saya perkembangan di tgl 6 itu sangat progresif, cukup luar biasa daripada draft RUU TPKS yang sebelumnya, jadi kita tidak boleh lengah dan tetap harus terus mengawal, harapannya aura yang nanti muncul akan mengedepankan suara, dan pengalaman korban kekerasan seksual”.

“Perjalanan panjang RUU TPKS yang diawali dari pengalaman teman-teman mendampingi perempuan korban, kemudian di tahun 2013 sudah mulai melakukan pendidikan public dengan menyampaikan temuan bahwa kekerasan seksual itu ada 15 bentuk kekerasan seksual, walaupun dalam perkembangannya ketika di normakan pada saat itu ada 9 bentuk kekerasan seksual dan saat ini telah berkembang lebih progresif, kemudian tahun 2015 LRC-KJHAM menggawangi untuk melakukan dokumentasi pengalaman perempuan korban kekerasan seksual di 9 Wilayah dan itu menjadi basis penyusunan Draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), dari bahan tersebut juga digunakan untuk lobby-lobby ke beberapa fraksi dan juga KPP RI” ungkap Yustina Fendrita, Forum Pengada Layanan. Yustina Fendrita, Forum Pengada Layanan menambahkan bahwa “Suka dukanya banyak sekali ya waktu itu ingat bersama mbak ami kita aksi di DPR tahun 2019 pada saat November kita bersama-sama saling bertabrakan dengan kelompok penolak, tapi jauh sebelumnya teman-teman yang ada di daerah juga sudah melakukan aksi-aksi serupa dan melakukan konsultasi public dengan APH, Akademisi, dan juga dengan Tokoh Agama terkait urgentnya RUU TPKS untuk dibahas dan disahkan”.

RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sangat komprehensif karena ratusan kali di konsultasikan ke public yang dilakukan oleh Komnas Perempuan. Kemudian yang berbeda diantara periode 2014 ke 2019, 2020, 2022 mengusulkan 9 bentuk tindak pidana kekerasan seksual di RUU DPR diubah menjadi 6 kemudian DIM Pemerintah menjadi 4 yang kemudian kembali ke 9 bentuk tindak pidana kekerasan seksual. Kencangnya penolakan di tahun 2019 sehingga harus terus mengkampanyekan ke publik terkait 6 elemen kunci yang ada didalam RUU TPKS yaitu (1) Pencegahan, (2) Tindak Pidana Kekerasan Seksual, (3) Sistem Pemidanaan, (4) Hukum Acara Khusus (pemeriksaan di kepolisian sampai pada putusan pengadilan, sampai dengan restitusi), (5) Hak Korban atas penanganan, perlindungan, pemulihan, (6) Pemantauan. Yang belum diakomodir dalam tindak pidana kekerasan seksual yaitu perkosaan, pemaksaan aborsi dan pemaksaan pelacuran yang akan diakomodir dalam RKUHP sehingga setelah ini harus di kawal pembahasannya. RUU Tindak Pidana Kekerasan seksual juga memunculkan tindak pidana kekerasan seksual berbasis online di karenakan tingginya kasus kekerasan seksual berbasis online saat ini, integrase layanan terpadu dalam hokum acara yang diatur dalam RUU TPKS juga cukup komprehensif, mungkin dalam implementasinya nanti akan diatur tersendiri didalam PP.

Penulis melihat bahwa banyak capaian didalam pembahasan RUU TPKS yang dilakukan oleh Baleg dan pemerintah, akan tetapi masih tetap menyisakan beberapa hal yang masih perlu dikawal seperti tindak pidana perkosaan, pemaksaan aborsi dan pemksaan pelacuran yang tidak diatur dalam RUU TPKS. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama untuk melakukan advokasi ke depan, agar ketika disahkan menjadi Undang-Undang lebih komprehensif dan agar pelaksanaannya nanti sesuai dengan situasi dan kondisi korban kekerasan seksual di lapangan.

Penulis : Citra Ayu Kurniawati Staf LRC-KJHAM