Diskusi Draft Naskah RUU Mengenai Penghapusan Kekerasan Seksual
“Menghadirkan Pertanggungjawaban Negara dan Individu dalam Kasus Kekerasan Seksual”
Dalam rangka
Evaluasi 31 Tahun Ratifikasi Konvensi CEDAW Oleh Pemerintah Indonesia
Kegiatan ini berlatar belakang karena Sudah 31 tahun Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of all form of Discrimination Againts of Women’s) sejak 24 Juli Tahun 1984, namun Pemerintah Indonesia belum juga berhasil menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual terhadap perempuan.
Berdasarkan data LRC-KJHAM dari tahun 2013 s/d 2015, kasus kekerasan seksual selalu tercatat sebagai bentuk kasus kekerasan terhadap perempuan yang terbesar, yaitu 69,62%. Demikian juga data dari Komnas Perempuan dan Komnas Perlindungan Anak. Pada tahun 2015 Komnas Perempuan mencatat ada 56% (2.183) kasus kekerasan seksual (CATAHU Tahun 2015). Dan Komnas PA pada tahun 2011-2013 mencatat 30,1% (2.132) kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Salah satu kendala terbesar bagi Pemerintah Indonesia untuk memerangi kekerasan seksual adalah belum adanya undang-undang nasional yang memadahi /mencukupi untuk mempidanakan pelaku, menjamin dan menegakkan hak-hak para korbannya serta pencegahan kekerasan seksual yang efektif.
Dari 15 bentuk kekerasan seksual yang dikenali di Indonesia (laporan Komnas Perempuan tahun 2011), hanya 2 bentuk kekerasan seksual yang telah dipidanakan dalam KUHP dan selebihnya belum dipidanakan oleh Pemerintah Indonesia. Akibatnya Negara terus menerus gagal /tidak mampu mengajukan /membawa setiap pelakunya ke pengadilan yang kompeten untuk dikenai hukuman dan pertanggungjawaban. Dilain pihak para korban kekerasan seksual juga terus mengalami trauma dan penderitaan yang berat karena tidak adanya keadilan dan layanan pemulihan yang segera, komprehensif, dan berkualitas.
Bahkan dalam banyak kasus, para perempuan korban kekerasan seksual harus dikeluarkan dari sekolah mereka, dipisahkan dari keluarga dan orang tuanya, dikucilkan lingkungan setempat, serta menanggung konsekuensi hukum (kriminalisasi) atas laporan /pengaduan yang dibuat para korban dan keluarganya dan gagal diungkap – dibuktikan oleh aparat penegak hukum.
Ketidakmampuan Negara dalam memerangi kekerasan seksual juga disebabkan karena ketidakberdayaanya dalam memerangi kasus kekerasan seksual yang memiliki persinggungan kuat dengan praktek-praktek /tradisi, adat dan pemahaman keagamaan masyarakat. Misalnya praktek sunat perempuan, perkawinan anak, perkosaan dalam perkawinan dan poligami. Negara memilih berkhianat terhadap konstitusi dan ingkar terhadap janjinya sebagaimana dalam Konvensi CEDAW yang telah diratifikasinya.
Untuk itu setelah 31 tahun ini, kita patut mempertanyakan kembali pelaksanaan kewajiban Pemerintah Indonesia berdasarkan Konstitusi dan Konvensi CEDAW dalam memerangi kekerasan seksual terhadap perempuan. Negera harus segera mengakhiri sikapnya “diam”-nya dan segera menyusun dan menetapkan undang-undang yang efektif untuk menjamin dan menegakkan hak-hak para perempuan korban kekerasan seksual di Indonesia.
Bertepatan dengan 31 tahun ratifikasi konvensi CEDAW oleh Pemerintah Indonesia ini kami LRC-KJHAM bersama Fakultas Hukum UNISBANK dan PW Fatayat NU menyelenggarakan Diskusi Draft Naskah RUU Mengenai Penghapusan Kekerasan Seksual Dengan tema “Memperkuat Pertanggungjawaban Negara dan Individu dalam Kasus Kekerasan Seksual”
Kegiatan ini bertujuan
1. Mempublikasi data kasus kekerasan terhadap perempuan di Jawa Tengah Tahun 2015 (semester 1)
2. Meminta masukan dari masyarakat sipil khususnya para pendamping korban dan akademisi terhadap Draft Naskah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
3. Menggalang dukungan dan keterlibatan masyarakat, ormas, mahasiswa, jurnalis, FPL, dll dalam pengesahan RUU P-KS melalui “senin SMS’, Facebook “Vote for RUU P-KS” (Gerakan Indonesia Mendukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual)” dan “Petisi untuk Mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual”
dan hasil yang ingin dicapai adalah
1. Adanya publikasi data kasus kekerasan terhadap perempuan di Jawa Tengah Tahun 2015 (semester 1)
2. Adanya masukan dari masyarakat sipil khususnya para pendamping korban dan akademisi terhadap Draft Naskah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
3. Adanya dukungan dan keterlibatan masyarakat, ormas, mahasiswa, jurnalis, FPL, dll dalam pengesahan RUU P-KS melalui “senin SMS’, Facebook “Vote for RUU P-KS” (Gerakan Indonesia Mendukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual)” dan “Petisi untuk Mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual”
dalam acara ini menghadirkan 70 orang, dari akademisi /kampus, jurnalis, lembaga pengada layanan, Pusat Pelayanan Terpadu, pemerintah, ormas, kelompok perempuan dan LSM.
Acara ini terlaksana pada:
Hari & Tanggal : Selasa, 18 Agustus 2015
Tempat : Aula Lantai 9 Fakultas Hukum UNISBANK
: Jl. Tri Lomba Juang No. 1 Semarang (Kampus Mugas)