Oleh : Lidwina Nathania (Mahasiswa Magang Universitas Negeri Semarang)

Tepat pada 1 Agustus 2023 lalu, tengah menjadi sorotan karena dugaan kasus pelecehan seksual finalis Miss Universe Indonesia. Kompetisi Miss Universe Indonesia merupakan kompetisi bergengsi bagi perempuan untuk aktualisasi diri dan kepribadian. Sehingga, melalui acara ini mereka diharapkan mampu atau layak menjadi duta bangsa. Salah satu agenda yang disebut “body checking” dalam kontes kecantikan ini ditandai sebagai bentuk tindakan kekerasan seksual yang memaksa kontestan untuk melepas pakaian dan berfoto tanpa busana.

Kecantikan perempuan merupakan konstruksi sosial budaya sehingga bersifat relatif, beranekaragam, dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Kontes kecantikan dikritik karena menerapkan standarisasi kecantikan yang merujuk pada standar kecantikan barat. Yaitu Standar kecantikan di Amerika yang melihat perempuan cantic adalah mereka yang memiliki kulit eksotis atau tan, pipi tirus, mata almond, dan bentuk bibir tebal. Menjadi nilai tambahan jika wanita di Amerika memiliki tubuh yang tinggi dan langsing, serta rambut berwarna blonde. Hal itu merupakan komersialisasi dan berpotensi mengkonstruksi perempuan sebagai objek seksual semata.

Dalam pengaduan korban, kuasa hukum Mellisa Anggraini menyampaikan kepada Komnas perempuan bahwa body-checking tidak menjadi pengetahuan awal kontestan, diselenggarakan dalam ruangan yang tidak tertutup dan dihadiri lawan jenis, di mana pelapor sebagai kontestan finalis Miss Universe Indonesia diminta untuk melepaskan baju, diperiksa hingga ke bagian intim, difoto dan direkam. Ketika menyatakan keberatan, pihak penyelenggara justru menekankan bahwa body-checking ini bersifat wajib dan wajar dilakukan. Akibatnya, korban merasa malu, tertekan dan ter-intimidasi. Korban juga mengkhawatirkan bahwa foto-foto dan video selama body check akan tersebar, karena memang ada CCTV di sekitar tempat tersebut.

Bersumber dari siaran pers Komnas Perempuan, “Komnas Perempuan mengidentifikasikan adanya dugaan pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik dan pengambilan foto tanpa persetujuan yang menyebabkan korban merasa dipermalukan dan direndahkan martabatnya,” jelas Alimatul Qibtiyah, Komisioner Komnas Perempuan.

“kekerasan seksual banyak dialami oleh perempuan, seperti yang dialami oleh para kontestan miss universe dalam body cheking. Apa yang dilakukan panitia terhadap para kontestan saat melakukan body checking diduga melakukan pelecehan seksual. Dugaan pelecehan seksual tersebut bisa dikenai pasal pelecehan seksual non fisik dan fisik di dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual”, jelas Nihayatul Mukharomah, Kepala Operasional LRC-KJHAM

Sebelumnya, kuasa hukum finalis Miss Universe Indonesia 2023 yang diduga jadi korban pelecehan seksual, Mellisa Anggraini, mengatakan bahwa ada 30 peserta yang diduga mengalami pelecehan serupa Namun, baru tujuh korban yang memberikan kuasa kepada Mellisa untuk melaporkan dugaan pelecehan tersebut. “Sebenarnya yang mengalami ada 30 orang, tapi yang memberikan kuasa baru tujuh orang,” ujar Mellisa di Mapolda Metro Jaya pada 9 Agustus 2023.

Dalam proses body checking, beberapa kontestan menceritakan pengalamannya yang dipaksa, sembari dibentak, untuk melepaskan pakaian dan berpose hanya menggunakan celana dalam.

Diketahui, penyelenggara Miss Universe Indonesia sendiri adalah PT Capella Swastika Karya yang dipimpin oleh Popppy Capella. Pihaknya secara resmi memutuskan kontrak dengan pemegang lisensi Miss Universe Indonesia yakni  PT Capella Swastika Karya Hal ini disampaikan melalui unggahan akun Instagram resmi @/missuniverse.

Sebenarnya, tidak ada ukuran seperti tinggi badan, berat badan, atau dimensi tubuh yang diperlukan untuk mengikuti kontes Miss Universe di seluruh dunia, ujar Miss Universe Organization di akun instagramnya @/missuniverse.

Berikut analisis dari kasus kekerasan seksual dalam ajang Ms Universe:

Pertama, jika  benar klaim yang menyebutkan bahwa pihak penyelenggara tidak pernah secara resmi menginformasikan kepada kontestan mengenai jadwal body checking, maka dapat disimpulkan kegiatan ini bersifat ilegal.

Kedua, segala hal yang berhubungan dengan kepemilikan pribadi (privat) dan hendak diekspos di depan publik harus lebih dulu mendapat persetujuan/izin (consent) dari sang pemilik. Dalam hal ini, kepemilikan tubuh adalah sesuatu yang bersifat sangat personal.

Dirjen HAM menegaskan pelaku pelecehan terancam hukuman serius sesuai UU TPKS. Dirjen HAM Kemenkumham, Dhahana Putra menilai, dugaan kasus pelecehan seksual yang menimpa finalis Miss Universe Indonesia sebagai sesuatu yang ironis.

Jelas bahwa, kejadian itu merupakan pelanggaran HAM. Indonesia memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Yang mana, jadi bukti keseriusan negara memberikan perlindungan dan penghormatan HAM, terutama terkait kekerasan seksual.

Tindakan pelaku  pelecehan seksual belum bisa dipastikan mendapat pelanggaran pada pasal berapa dalam UU TPKS. Hal tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Sehingga mendapat ancaman yang setimpal.

Kita berharap, dengan ancaman berat nantinya, pelecehan seksual dapat dicegah. Pelecehan seksual tidak dapat ditoleransi dengan dalih apa pun di Indonesia. Selain telah meratifikasi CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) sejak 1984, kita terus aktif berpartisipasi dalam dialog konstruktif pelaporannya.

Jika pelecehan seksual dibiarkan, maka dikhawatirkan berdampak negatif, terutama pada hak asasi perempuan sebagai manusia, juga khususnya kepada industri ekonomi kreatif dan pariwisata. Apalagi, Miss Universe kerap dilibatkan di promosi budaya lokal dan ekonomi kreatif.***

Sumber: https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-terkait-dugaan-body-checking-dalam-pemilihan-miss-universe-indonesia

https://www.bbc.com/indonesia/articles/cjkv6l0zxgro