Konsolidasi Jaringan Perempuan Pekerja Migran

Jawa Tengah adalah provinsi dengan pengirim pekerja migran. Berdasarkan data BNP2TKI, sejak tahun 2016 hingga Oktober 2018, Jawa Tengah adalah provinsi tertinggi kedua pengirim pekerja migran. Dan sebagian besar pekerja migrannya adalah perempuan. Sebagaimana hasil pemantauan LRC-KJHAM sejak tahun 2010 hingga 2018, terdapat 7.286 perempuan mengalami kekerasan, 418 diantaranya dialami oleh perempuan pekerja migran, dan 124 diantaranya meninggal dunia.

Selama dua hari pada tanggal 27 s/d 28 Maret 2019, LRC-KJHAM bersama jaringan dari beberapa daerah yaitu Migran Care dari Kebumen, Kita Institut dari Wonosobo, Kabar Bumi dari Kabupaten Semarang dan Cilacap, Komunitas Perempuan Taman gede dan Komunitas PERIBUMI (Perkumpulan Perempuan Buruh Migran Indonesia) dari Kabupaten Kendal, WMC (Women Migrant Curut) dan MGW (Migran Group Wedoro) dari Grobogan, dan Komunitas Priska Elang dari Kebumen. Melakukan kegiatan konsolidasi jaringan untuk memetakan situasi pelanggaran hak perempuan pekerja migran di Jawa Tengah sekaligus mendorong lahirnya kebijakan perlindungan pekerja migran. Tema kegiatan ini yaitu
“Dalam Upaya Mendorong Lahirnya Kebijakan yang Melindungi Perempuan Pekerja Migran di Jawa Tengah”

Dihari pertama, LRC-KJHAM bersama jaringan menggali lebih dalam mengenai permasalahan yang dialami oleh perempuan pekerja migran. Permasalahan tersebut diantaranya adalah pemalsuan identitas dan dokumen pada saat perekrutan, akomodasi tidak layak pada saat pelatihan di tempat penampungan, beban kerja yang tinggi dan terbatasnya cuti/ hari libur pada saat bekerja di luar negeri, gaji rendah atau tidak digaji, perdagangan orang (trafficking), kekerasan seksual, dan sebagainya.

Dihari kedua ini peserta melakukan analisis dan pembedahan peraturan perudang-undangan mengenai hak yang belum didapatkan perempuan pekerja migran dan kewajiban yang belum dipenuhi oleh Negara. Undang-undang yang dibedah diantaranya adalah UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women/CEDAW), UU No. 23 tahun 2002 tentang Pelindungan Anak, UU No. 18 tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO dan UU No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Hasil dari diskusi tersebut ternyata masih banyak sekali hak yang belum didapat dan kewajiban Negara yang belum di maksimal, hak yang belum didapat antara lain:

  1. (UU No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia)
  • Hak untuk memilih jenis pekerjaan
  • Hak peningkatan kapasitas bekerja
  • Hak pelayanan yang baik dan manusiawi
  • Hak beribadah
  • Hak memperoleh perlindungan dan bantuan hukum
  • Menguasai dokumen perjalanan
  • Berserikat dan berkumpul
  • Jaminan kepulangan keamanan dan perlindungan
  • Hak berkomunikasi

2. (UU No. 18 tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO)

  • Informasi kebijakan nasional
  • Layanan kesehatan
  • Jaminan social (asuransi)
  • Pelayanan yang memadai

3. (UU No. 23 tahun 2002 tentang Pelindungan Anak)

  • Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua orang tuanya
  • Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua orang tuanya sesuai dengan kemampuan bakat dan minatnya
  • Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya
  • Memperoleh hak anak lainnya

4. (UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women/CEDAW)

  • Merubah tingkah laku social budaya untuk mendapatkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
  • Minimnya lapangan kerja dengan gaji yang layak di Indonesia untuk perempuan khususnya. Terutama yang berpendidikan rendah

Hak yang sama untuk memasuki jenjang perkawinan

Tidak hanya hak pekerja migran yang terpenuhi tetapi ditemukan pula tidak adanya regulasi bagi perlindungan pekerja migran di daerah. Sehingga ketika terjadi kasus yang menimpa pekerja migran, pemerintah daerah sebagai representasi Negara tidak menjalankan tanggungjawab sebagaimana mestinya.

Berdasarkan situasi diatas maka disepakati dalam forum untuk merumuskan strategi advokasi bersama sebagai upaya penegakan hak perempuan pekerja migran di Jawa Tengah, diantaranya adalah:

  1. Rencana Dialog Publik untuk menyampaikan situasi pelanggaran Hak Perempuan Pekerja Migran ke Pemerintah Provinsi
  2. Penyerahan Kertas Rekomendasi untuk Pemerintah Provinsi
  3. Terbentuknya GEMPURR (Gerakan Perempuan Pekerja Migran Jawa Tengah)