“OPEN MIC; Kasih Sayang Tanpa Kekerasan Seksual”
Jaringan Masyarakat Jawa Tengah (LRC-KJHAM, PW Fatayat Nu Jawa Tengah,
PEKKA, Ruang Ramah, Hopehelps Unnes, Kopri PKC Jawa Tengah, Kohati Badko
Jateng-DIY, Kopri PC Solo, Kopri PC Grobogan, Kopri PC Kota Semarang, Kopri
PC Temanggung, Kopri PC Cilacap, Kopri PC Kudus, Kopri UIN Walisongo
Semarang, PMII Rayon Saintek UIN Walisongo Semarang, Kopri PC Brebes, Kopri
PC Salatiga, Kohati Cabang Surakarta, Kohati Cabang Pekalongan, Kohati Cabang
Kebumen, Kohati Cabang Tegal)
Semarang, 14 Februari 2022
Kasus kekerasan seksual di Indonesia semakin memprihatinkan. Menurut data dari Catatan
Tahunan Komnas Perempuan dari tahun 2012 -2020 jumlah kasus kekerasan seksual
mencapai 45.069 kasus, dengan keseluruhan korban berjenis kelamin perempuan. Artinya
setiap hari terdapat 3 sampai 4 perempuan di Indonesia menjadi korban kekerasan seskual.
Sementara, berdasarkan pengalaman pendampingan oleh lembaga penyedia layanan non
pemerintah di daerah yaitu LRC-KJHAM. Provinsi Jawa Tengah juga memiliki jumlah
kasus kekerasan seksual yang cukup tinggi. Selama tahun 2019-2021 tercatat 305 kasus
kekerasan seksual di Jawa Tengah.
Fakta tingginya kasus kekerasan seksual yang muncul tentunya belum mampu
menggambarkan secara keseluruhan situasi kekerasan seksual. Hal ini terlihat bahwa masih
banyak korban kekerasan seksual yang tidak melaporkan kasusnya. Kondisi tersebut
merupakan bentuk dari sikap yang akhirnya menjadi wajar dimasyarakat, karena pesimis
terhadap berbagai sistem yang ada. Mulai dari sistem sosial, kultur/ budaya, adat, hingga
hukum. Temuan dari pengalaman Organisasi Keagamaan yaituFatayat NU Jawa Tengah,
bahwa korban dan keluarga korban mengalami kesulitan untuk melaporkan kasus
kekerasan seksual yang terjadi di pondok pesantren. Kemudian, pengalaman oleh
Organisasi Masyarakat seperti Serikat PEKKA Kabupaten Kendal. Bahwa, ada beberapa
kasuskekerasan seksual yang terjadi pada anak – anak di TPQ, dan keluarga korban memilih
untuk diam.
Perempuan korban kekerasan seksual juga masih mengalami hambatan dalam mengakses
keadilan, tidak mendapatkan dukungan dari keluarga, disalahkan oleh masyarakat,
mendapatkan tindakan represif dari pelaku maupun lingkungan pelaku, stigma oleh petugas
pemberi layanan maupun APH, kasus yang mandek di kepolisian, hingga putusan sidang
yang rendah bagi pelaku. Dimana sampai saat ini belum ada peraturan hukum secara kusus
yang melindungi perempuan korban kekerasan seksual.
Indonesia telah mempunyai beberapa komitmen dalam perlindungan perempuan melalui
ratifikasi konvensi CEDAW yaitu konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan, Undang-undang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga,
Undang-undang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang tetapi adanya undangundang tersebut belum mampu melindungi keberagaman kekerasan seksual yang dialami
oleh perempuan korban.
Sejak tahun 2016, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual terus
diadvokasi demi mewujudkan perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan seksual.
Namun sampaisaat ini belum segera disahkan. Di awal tahun 2022 membawa kabar baik
untuk perkembangan RUU TPKS. Pertama, bahwa RUU TPKS telah resmi disahkan pada
rapat paripurna untuk menjadi RUU inisitaif DPR RI. Kedua, Presiden Jokowi juga telah
menyampaikan pernyataan sikapnya, bahwa RUU TPKS harus dipercepat pembahasannya
dan pengesahannya. Berdasarkan pada situasi tersebut maka, kami jaringan masyarakat di
Jawa Tengah memberikan rekomendasi kepada negara baik legislatif, eksekutif maupun
yudikatif, untuk :
- Pemerintah baik pusat maupun daerah turut memastikan subtansi RUU Penghapusan
Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang berpihak kepada korban dengan mengakomodir
6 elemen kunci. - Mendesak DPR RI melanjutkan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS yang
mengakomodir kebutuhan korban dan pendamping. - Meminta kepada apparat penegak hukum agar melaksanakan tugas penegakan hukum
yang berdasarkan standar Hak Asasi Manusia, yang meliputi responsive gender dalam
menangani korban dalam kasus-kasus kekerasan seksual. - Mengajak seluruh masyarakat, media, keluarga korban dan pendamping untuk terus
mendesak DPR RI melanjutkan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS yang
mengakomodir kebutuhan korban dan pendamping.
Narahubung :
Lenny (081328445061)