
“Bangun Ruang Aman, Wujudkan inklusivitas”
Semarang, 08 Maret 2021
Kampanye hari perempuan Internasional dilakukan pada tanggal 8 Maret setiap tahunnya. Hari Perempuan Internasional adalah peristiwa bersejarah yang menjadi akar gerakan perempuan yang diinisiasi oleh gerakan perempuan di tahun 1900an. Kampanye masih terus dilakukan hingga saat ini, untuk menyuarakan berbagai pelanggaran hak asasi perempuan yang masih terus terjadi.
Sebanyak 25 lembaga, organisasi, komunitas yang tergabung dalam Jaringan IWD Semarang memperingati International Women’s Day (IWD) 2021 dengan Mimbar Virtual bertema “Bangun Ruang Aman, Wujudkan Inklusivitas”.
Disaat ini, Situasi Perempuan masih rentan mengalami kekerasan dan diskriminasi dalam segala relasinya. Angka kekerasan terhadap perempuan masih tinggi namum tidak diimbangi dengan payung hukum terhadap korban kekerasan seksual. Dari data monitoring LRC-KJHAM di Jawa Tengah, di tahun 2020 tercatatat 151 kasus dengan jumlah korban 156. Berdasarkan data penanganan kasusdi LRC-KJHAM, trend kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2018, terdapat 74 kasus kekerasan terhadap perempuan, tahun 2019 meningkat menjadi 84 kasus dan tahun 2020 meningkat menjadi 96 kasus kekerasan terhadap perempuan. Disamping itu terkait akses kesehatan reproduksi oleh perempuan masih susah.
Perempuan buruh belum mendapatkan hak yang layak. Dimana dimasa pandemi terjadinya PHK besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan. Buruh Perempuan tersu bekerja dengan upah yang tidak sesuai dengan UMK.
Diskriminasi pula masih dialami oleh kehidupan transpuan. Mendapatkan stigma dari masyarakat dan di diskriminasi. Selain itu Perempuan pekerja Seks kehilangan pekerjaannya akibat penutupan SK, hal ini berdampak pada ketidakjelasan akses kesehatan reproduksi dan penyebaran HIV semakin meluas. Ditambah lagi, tahun ini terjadi perubahan iklim yang mengakibatkan bencana alam yang hal ini berdampak langsung pada perempuan, terkait beban ganda, kesehatan dan ekonomi dan beban ganda lainnya.
Kehadiran militirisme dan penetapan otonomi khusus di Papua berakibat menambahnya kekerasan, diskriminasi dan penindasan secara struktural ataupun patriarkal yang dialami oleh perempuan.
Maka di Hari Perempuan Internasional ini kami menuntut kepada negara untuk:
- Sahkan RUU PKS & RUU PRT, Tolak RUU ketahanan keluarga dan Penghapusan pasal-pasal karet pada UU ITE
- Perlindungan bagi kelompok minoritas gender dan seksualitas.
- Menuntut adanya pemenuhan Hak sipil dan ekosob bagi komunitas minoritas dan rentan (Komunitas difabel, pengguna Napza, dan orang ODHIV)
- Berikan ruang aman bebas pelecehan, diskrimasi, dan intimidasi untuk Pekerja Seks
- Penciptaan kampus sebagai ruang aman dari segala bentuk diskriminasi, intimidasi gender, serta bebas pelecehan dan kekerasan seksual.
- Tolak Omnibuslaw dan UU Minerba
- Hentikan Kriminalisasi Terhadap Buruh Perempuan
- Lawan Seksisme dan Rasisme
- Buka ruang demokrasi seluas-luasnya
- Hentikan Operasi Militer di Nduga, dan Intan jaya, serta Tarik Militer organik dan Non Organik di Papua
- Tolak Pemekaran Provinsi Papua Tengah, Tolak OTSUS Papua Jilid II, dan Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua. Menuntut adanya sistem bernegara yang berkeadilan gender dan berlandaskan Hak Asasi Manusia
12. Lawan praktik oligarki perenggut ruang hidup dan pengeksploitasi alam
13. Hentikan perluasan industri ekstraktif
14. Tolak privatisasi dan komersialisasi vaksin COVID-19, utamakan untuk kelas perempuan rentan.