
Semarang, 9 Januari 2020



Berdasarkan data LRC-KJHAM sejak tahun 2016 – 2019 tercatat 1.145 kasus kekerasan terhadapperempuan, dengan 2.067 perempuan menjadi korban dan 1.531 diantaranya menjadi korbankekerasan seksual. K ekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat di setiap tahunnnya, di tahun 2017 terdapat 44 kasus, meningkat di tahun 2018 yaitu sejumlah 49 kasus, dan di tahun 2019 ini meningkat menjadi 79 kasus. Bentuk kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku berupa paksaan melakukan hubungan seksual, di paksa melakukan aborsi, payudara di raba dan dijilat, dipaksa memegang alat kelamin pelaku, pelaku memasukan alat kelaminya ke mulut korban, vaginanya di pegang-pegang, vagina korban digesek gesekan dengan penis pelaku,vagina robek dan hamil.
Tingginya kekerasan seksual terhadap perempuan tidak dibarengi dengan perlindungan hukum yang melindungi perempuan korban kekerasan seksual. Perempuan korban kekerasan seksual masih mengalami hambatan dalam mengakses keadilan, kesaksiannya tidak dipercaya, kekerasan seksual yang dialami dianggap sebagai aib, korban dinikahkan dengan pelaku, kekerasan seksual korban dewasa tidak satupun kasus yang dapat diproses sampai pengadilan walaupun korban menginginkan proses hokum, proses yang lama sehingga korban memilih untuk mencabut laporannya, didamaikan oleh aparat penegak hukum, bahkan dikawinkan dengan pelaku. Pelaku kekerasan juga orang-orang terdekat korban,
Sudah ada beberapa peraturan perundang-undangan yang melindungi hak perempuan korban. Diantaranya adalah UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU perlindungan anak, UU perlindungan saksi korban, dan sebagainya. Tetapi dari berbagai peraturan perundang-undangan tersebut, masih terjadi kekosongan hukum yang melindungi dan menghormati hak perempuan, terutama korban kekerasan seksual. Kuatnya stigma dan budaya partiarki di masyarakat, pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap perempuan korban kekerasan seksual semakin memperburuk pemenuhan dan perlindungan hak korban. Akibat dari stigma yang timbul menyebabkan kekerasan seksual yang dialami dianggap sebagai aib, tidak mendapatkan perlindungan tetapi justru disalahkan bahkan dikriminalisasi.Dari proses penanganan yang dilakukan oleh LRC-KJHAM kasus kekerasan terhadap perempuan tersebut, disusun laporan tahunan untuk melihat situasi pemenuhan hak perempuan korban kekerasan di Jawa Tegah, yang dapat digunakan sebagai bahan advokasi kebijakan dan anggaran, maupun kampanye penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Dari proses penanganan yang dilakukan oleh LRC KJHAM kasus kekerasan terhadap perempuan tersebut, disusun laporan tahunan untuk melihat situasi pemenuhan hak perempuan.
Maka, Negara harus segera mengambil tindakan-tindakan untuk melindungi hak perempuan korban kekerasan seksual. Dengan membuat peraturan perundang-undangan yang melindungi perempuan korban kekerasan seksual, demi terpenuhinya hak atas keadilan bagi perempuan korban.
Kontak Person :
Citra (085 726 402 796)