“Jaksa, Kepada Siapa Kalian Berpihak ?”
LBH APIK Jakarta, LBH APIK Semarang, LRC-KJHAM, dan Jala PRT saat ini sedang
mendampingi kasus yang menimpa SK (23) yang merupakan korban Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh Terdakwa atas nama Metty Kapantow, So Kasander,
Jane Sander, Evi, Sutriyah, Saodah, a Inda Yanti, Febriana Amelia, dan Pariyah.
Pada tanggal 5 Juli 2023 Jaksa Penuntut umum Muhammad Ma’ruf S.H,,M.H telah
membacakan tuntutannya dengan tuntutan 4 tahun penjara bagi pelaku utama dan 3 tahun 6
bulan bagi pelaku lainnya. bahwa didalam Surat Dakwaan yang dibacakan oleh JPU tersebut
juga telah menerangkan jika Terdakwa I atas nama Metty Kapantow telah melakukan
tindak pidana kekerasan seksual terhadap korban yaitu “Terdakwa I menyuruh SK bekerja
tanpa menggunakan pakaian, saat di ruang tengah Terdakwa I menyuruh EVI untuk membakar
bulu kemaluan SK kemudian EVI mengambil lilin dan menyalakan api, dan yang membakar
bulu kemaluan SK adalah PEBRIANA AMELIA, dan Terdakwa juga mencakar payudara
korban”. Jaksa juga dalam dakwaanya menyebutkan bahwa menyuruh korban merendamkan
kaki nya di dalam air panas yang mendidih dan merantai kaki korban, memborgol tangan hingga
korban mengalami luka berat pada pergelangan kaki sehingga tidak bisa berjalan. Korban
beberapa kali juga di pukul di bagian kepala korban, wajah, mulut, dan punggung oleh Terdakwa
I dan terdakwa lainnya, hingga korban menjadi disabilitas akibat perbuatan para Terdakwa,
selain itu juga terdakwa juga tidak memberikan Hak Gaji korban selama bekerja, tidak
memberikan makan, serta SK disuruh untuk memakan kotoran anjing dan makan kotoran buang
air besarnya sendiri.
Pada Fakta Persidangan pemeriksaan SK tanggal 05 Juni 2023, dijelaskan bahwa korban
mengalami penyiksaan Seksual dengan cara Terdakwa Mengoleskan Cabe giling dan
memasukkan sumpit pada vagina Korban, bahwa ketika Hakim menanyakan Para Terdakwa,
mereka membenarkna Peristiwa tersebut.
Kami selaku kuasa hukum dan pendamping korban sangat menyayangkan Negara tidak hadir
dalam memberikan keadilan dan pemenuhan hak korban, Jaksa yang seharusnya mewakili
korban justru MENCIDERAI Keadilan untuk Korban. Jaksa penuntut umum tidak memberikan
perlindungan bagi terjaminnya hak SK, sesuai Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang
akses keadilan bagi perempuan dan anak dalam penanganan kasus Pidana
Kami mendesak agar majelis hakim yang diketuai oleh Tumpanuli Marbun,S.H.,M.H dapat
memberikan hukuman yang lebih berat dari tuntutan Jaksa penuntut umum, karena terdakwa
telah melakukan berbagai kekerasan baik, fisik, psikis dan seksual terhadap korban SK dimana
Perbuatan yang dilakukan Terdakwa I dan Para Terdakwa lainnya telah membuat kerugian pada
diri korban yaitu korban mengalami luka yang sulit disembuhkan pada tubuh diantaranya di
bagian kepala, punggung, sekitar payudara, dan pergelangan kaki.
Selain kerugian fisik yang dialami oleh korban tersebut, trauma psikis yang saat ini dialami
korban membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk dapat memulihkan korban pada kondisi
semula.
Korban juga mengalami hambatan gerak dalam melakukan aktivitas keseharian dan kehilangan
kesempatan kerja (penghasilan) selama masa pemulihan fisik dan psikis korban.
Oleh karena itu kami para pendamping korban sangat keberatan atas Tuntutan Jaksa, dikarena
kan tuntutan tersebut telah mencederai rasa keadilan bagi korban.
Data dari berbagai sumber menyebutkan, sepanjang 2017 hingga 2022 sudah ada 2.637 kasus
kekerasan terhadap PRT. Mulai dari kekerasan dalam hal upah hingga fisik, psikis dan seksual (
CNN-https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230212130535-20-912015/koalisi-sipil-sebut-se
tiap-hari-11-prt-jadi-korban-kekerasan). Menurut Jala PRT kasus kekerasan terhadap PRT
sepanjang tahun 2023 telah diterima sebanyak 600 kasus hal tersebut di antaranya meliputi
penyekapan, penyiksaan, perampasan akses komunikasi, tidak mendapatkan gaji, hingga
penyitaan dokumen penting seperti KTP dan ijazah. Namun berdasarkan catatan kasus yang
dihimpun justru banyak proses hukum terhenti dan jika sampai ke proses pengadilan hukuman
yang diterima oleh pelaku tidak mencerminkan rasa keadilan bagi korban. Hal ini merupakan
preseden buruk dalam hal penegakan hukum dan keadilan bagi para PRT yang kondisi kerjanya
memprihatinkan, miskin, dan buta hukum. Dan hal tersebut Tidak akan memberikan efek jera
bagi pelaku kekerasan dan pelanggaran hak-hak PRT.
Pasal 27 ayat 92) UUD 1945, berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan“. Demikian pula, Pasal 28 D ayat (1) dan (2) UUD
1945, yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum“, dan “Setiap orang
berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja“. Untuk itulah, diperlukan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja
Rumah Tangga yang selama ini mangkrak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena tak
kunjung dibahas dan disahkan. Perlu juga untuk meratifikasi Konvensi ILO 189 kerja Pekerja
Rumah Tangga untuk menjamin perlindungan terhadap hak-hak Pekerja Rumah Tangga (PRT).
Mengambil pelajaran dari situasi kekerasan, penganiayaan, dan perbudakan terhadap Korban SK
kami pendamping korban menyatakan sebagai berikut:
- Mendesak Majelis hakim perkara nomor: 254/Pid.Sus/2023/PN JKT.SEL yang
diketuai oleh Tumpanuli Marbun,S.H.,M.H untuk memutuskan pidana penjara
maksimal kepada para terdakwa dengan memperhatikan dampak yang di alami oleh
korban berupa fisik, psikis, dan kesehatan reproduksi serta dapat memastikan proses
hukum yang adil, transparan dan objektif. - Mendesak Majelis hakim perkara nomor: 254/Pid.Sus/2023/PN JKT.SEL juga untuk
dapat mengabulkan permohonan hak restitusi korban secara maksimal dengan
mempertimbangkan dampak yang dialami oleh korban berupa disabilitas fisik
sehingga kedepannya korban tidak dapat bekerja dalam waktu lama. - Mendesak kepada DPR dan Pemerintah untuk segera membahas dan mengsahkan
UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Ratifikasi Konvensi ILO 189 Kerja
Layak Pekerja Rumah Tangga.