
Tuntutan MSD, YM dan GAT agar suaminya mencatatkan perkawinan setelah menikah secara agama.
Kasus 1 : MSD 33 tahun, menuntut pencatatan pernikahan setelah pemberkatan nikah digereja
MSD, 33 tahun, [1] terpaksa menerima keputusan pacarnya berinisial YSS seorang anggota polisi untuk menikah secara agama di gereja terlebih dahulu. Sambil YSS selesai “mengurus dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk pernikahan.Waktu itu YSS berjanji akan “menikahi MSD secara resmi” atau mencatatkan perkawinannya seminggu setelah pernikahan gereja. YSS berdalih saat itu tidak bisa menikahi MSD secara resmi kedinasan karena sedang tersangkut kasus pelanggaran disiplin di Polda Jateng. Setelah satu minggu YSS berasalan kasus belum selesai dan membutuhkan waktu 3 bulan. Setelah tiga bulan, YSS tetap menunda untuk mencatatkan pernikahan dengan berbagai alasan. MSD dan keluarganya sampai harus memperpanjang Surat Keterangan catatan Kelakuan (SKCK) sebanyak 3 kali tetapi pernikahan yang dijanjikan juga tidak segera dilaksanakan. Bahkan hingga anak mereka yang berinisial JMF, berusia 2 tahun. YSS tetap menghindar untuk mengesahkan perkawinan tersebut .
Bahkan selama pernikahan, MSD juga mengalami kekerassan dari suaminya. Baik kekerasan fisik, psikis maupun penelantaran rumah tangga. Penulis masih mengingat saat MSD datang ke kantor sedang memperlihatkan mulutnya yang masih bengkak dan giginya yang rontok setelah menerima penganiyaan dari YSS. YSS juga sering membawa perempuan lain untuk menginap di rumah mereka, MSD juga tidak mendapatkan nafkah. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, MSD mengandalkan usaha kos-kostan yang dimiliki. Setiap MSD mengingatkan untuk tidak berselingkuh, MSD langsung dihajar/ dianiaya dan YSS mengatakan jika MSD tidak memiliki hak karena Pelapor bukan istrinya.
Kasus tersebut telah dilaporkan kepada atasan YSS di Polda Jawa Tengah, namun tidak pernah direspon. Kemudian MSD melaporkan kembali kasus tersebut ke bagian Yanduan Provost Polda Jateng pada tanggal 22 Mei 2012 sebagaimana Laporan Polisi nomor :LP/28/V/2012. Akan tetapi penanganan kasus ini pun sangat lambat. Sudah 6 (enam) bulan sejak pelapor ke provost namun juga belum ada kemajuan apapun. Bahkan selama proses penanganan kasus Provost, YSS membawa kabur anaknya.
Tidak hanya menempuh upaya hukum melalui kedinasan tempat YSS yakni kanit Renmin, ke wasdik dan wadir di Polda Jawa tengah tidak mendapatkan respon, MSD juga melaporkan Kasus KDRT dan juga penculikan anak secara pidana ke Reskrim Polda Jawa Tengah. MSD menyampaikan alasan yang mendasari laporannya, baik secara informal, kedinasan maupun pidana bukanlah semata-mata karena kekerasan yang dialaminya tetapi sebagai upaya agar suaminya mencatatkan perkawinannya dan anaknya mendapatkan status.
Untuk laporan kasus KDRT ditolak dengan alasan tidak ada perkawinan diantara mereka. Meskipun bukti-bukti foto acara pemberkatan perkawinan, serta foto-foto perayaan perkawinan yang dihadiri oleh kedua keluarga besar dan juga tetangga dekat, serta surat keterangan dari gereja tentang pemberkatan perkawinan mereka juga telah dilampirkan. Sementara kasus penculikan anak juga tidak serta merta diterima oleh Reskrim. Justru reskrim meminta MSD untuk menemui Wasdik. Saat itu wasdik hanya ingin berbicara empat mata dengan MSD tanpa mengikut sertakan pendamping. MSD pun memutuskan menerima pertemuan itu. Setelah pertemuan tersebut MSD memutus kuasa pendamping. MSD menyampaikan mencoba percaya apa yang akan dilakukan Wasdik agar kasus ini dibicarakan secara internal/kekeluargaan tanpa ada intervensi orang lain. Sejak saat itu MSD memutus kuasa dan menghadapi kasusnya sendiri. Setelah 2 tahun MSD menginformasikan kepada pendamping tentang keputusannya untuk memutus kuasa karena ada tekanan. Saat itu MSD hanya ingin bercerita karena sudah terlalu lelah dengan upaya yang tidak membuahkan hasil.
Sebelumnya upaya yang lain yang dilakukan adalah dengan mengirimkan pengaduan ke berbagai lembaga HAM Negara seperti Komnas Perempuan dan KPAI.
Kasus (2) : YM 43 tahun, menuntut pencatatan pernikahan setelah menikah secara agama islam selama + 1,5 tahun.
YM berkenalan dengan anggota TNI berinisial PIH didalam bus pada tahun 2004, saat itu rumah tangga YM sedang bermasalah, mereka bertukar nomor HP lalu secara intens berkomunikasi melalui HP. Pada bulan Juli 2005, YM resmi berstatus janda. YM dan PIH sempat terputus komunikasi saat PIH bertugas di Aceh. Hingga pada bulan September 2005, adik letting PIH dating ke rumah YM dan memberikan nomor HP PIH ke YM. Setelah pulang dari Aceh YM dan PIH tinggal dirumah YM di Semarang. Saat itu anaknya YM menanyakan keseriusan hubungan PIH dengan ibunya. PIH menyatakan akan menikahi YM. Setalah 2 tahun tinggal bersama PIH menikahi YM secara agama pada tanggal 20 Februari 2007 disaksikan ketua RT dan warga disekitar rumah YM. Saat itu PIH berjanji akan meresmikan perkawinan mereka setelah pulang tugas dari Ambon pada bulan Agustus 2008.
Setelah pulang dari Ambon, PIH tidak kunjung meresmikan perkawinan mereka tanpa alasan yang jelas. Setiap kali YM menuntut untuk meresmikan perkawinannya, suaminya meminta YM bersabar. Hingga karena merasa tidak ada itikad baik dari suaminya bulan September 2008, YM melaporkan perbuatan suaminya di kesatuan di Danyon.
Setelah pelaporan tersebut, PIH dan beberapa anggota TNI berinisial Z, mengaku memiliki surat tugas untuk menyelesaikan permasalahan YM dengan suaminya. Z tidak akan memberitahukan perkawinan sirri YM dan suaminya ke Batalyon. Saat itu suaminya berjanji akan menikahi YM, namun baru satu minggu berselang, PIH justru semakin menjauhi YM. YM mengadukan kembali sikap PIH ke atasanya. Saat itu PIH membujuk YM untuk mencabut laporan, suaminya berjanji akan segera menikahi YM. Suaminya meminta waktu 6 bulan-satu tahun untuk mengurus perkawinan dengan YM. Waktu itu suaminya juga memberikan uang sebesar Rp 5.000.000,- (Lima juta rupiah) kepada YM dan mengatakan jika itu adalah uang dari suami ke istri. Namun setelah uang tersebut diterima, Suaminya memaksa YM untuk menandatangani surat pernyataan yang YM tidak ingat isinya. Dalam kondisi terdesak, akhirnya YM pun terpaksa menandatangani surat tersebut disaksikan oleh tiga (3) orang atasan suaminya yakni Danki, Pasi dan Bamin.
Setelah penandatangan surat tersebut, suaminya bersama dengan satu orang anggota Provos mendatangi YM yang saat itu menginap di hotel. Anggota Provost tersebut hanya menunggu di luar. Dalam pertemuan tersebut, suaminya meminta YM melayani layaknya sebagai suami isteri dan suaminya juga meminta uang sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) dari uang Rp 5.000.000,- untuk membeli makanan.
Kemudian suaminya menyewakan kamar kos untuk YM di kota dimana suaminya berdinas. Suaminya meminta YM tetap menjalankan kewajibannya sebagai isteri. Setelah hidup bersama kurang lebih satu tahun paska penandatanganan surat tersebut, suaminya tetap tidak mengurus perkawinan sebagaimana dijanjikan Sehingga pada tanggal 17April 2010 YM kembali melaporkan suaminya ke Danki Kompi 4 Namun Danki 4 meminta bukti hubungan seksual YM dengan suaminya. Sehingga YM melaporkan suaminya ke Provost TNI pada tanggal 19 April 2010, YM bersikeras tidak akan pulang jika tidak bertemu dengan para atasan di Provost. Karena sudah malam YM dijanjikan untuk datang kembali keesokan harinya. 21 April 2010, YM dimintai keterangan tentang kejadiannya. Setelah memberikan keterangan YM diminta pulang dan menunggu panggilan berikutnya. Tanggal 28 April 2010, Pasi I (Dansi) berinisial ZA mempertemukan YM dengan suaminya dikantor Pasi I. Dalam pertemuan tersebut suami YM menolak untuk menikahi YM dan mempersilahkan YM untuk meneruskan laporannya. Pasi I ingin mengetahui secara lengkap permasalahan PIH dengan YM, Pasi I meminta korban untuk pulang dan Dansi akan memberitahu perkembangannya.
YM tidak berputus asa untuk memperjuangkan agar suaminya menikahi secara resmi.YM kembali mendatangi kantor Provost karena sudah 10 hari YM tidak mendapatkan informasi perkembangan laporannya. Namun Ym tidak mendapatkan infromasi, YM diminta kembali keesokan harinya.YM kembali ke kantor Provost keeseokan harinya, pada saat menunggu secara tidak sengaja YM bertemu dengan Wadan. Saat itu Wadan menyampaikan pengaduan YM sudah diterima, tetapi Wadan akan mendengarkan keterangan dari PIH. Wadan meminta YM pulang dan selanjutnya akan diberitahukan kelanjutannya melalui HP. Namun perkembangan tidak kunjung diberikan, berkali-kali YM menghubungi atasan suaminya namun tidak direspon. Bahkan saat YM kembali ke kantor untuk mendapatkan informasi, YM merasa diping-pong hanya untuk mendapatkan informasi. AKhirnya YM nekat mendatangi asrama suaminya untuk bertemu dengan Danyon, di pos penjagaan YM bertemu dengan dua anggota TNI lettu berinisial S dan pak B. Pak B meminta YM pulang karena Danyon tidak ada diasrama, namun YM tidak begitu saja percaya, YM baru pulang setelah Pak B menghubungi Danyon, dan Danyon mengatakan akan menemui YM besok.
Keseokan harinya yakni tanggal 31 Mei, YM datang ke asrama untuk bertemu dengan Danyon berinsial EB. Pertemuan di adakan di Kompi A, didalam ruangan sudah Danki berinsial kapten I, Danton berinisial A, dan K serta suaminya namun tidak ada Danyon berinsial EB. Dalam pertemuan tersebut Suaminya bersikeras tidak mau menikahi YM, karena YM tidak terima dengan sikap suaminya, YM bersikeras menemui Danyon berinisial EB. Namun YM justru mendapatkan penghinaan, ancaman dan tindak kekerasan. YM dibentak, dihina YM diancam akan dibacok dengan parang oleh Danton berinisial K dan A serta kursi yang didudukinya ditendang, tangannya ditarik disuruh berdiri. Bahkan Danton berinisial A melontarkan kata-kata yang tidak pantas; Lonte gambrik, dan lain-lain. Melihat perbuatan anak buanya Kapten berinisial I hanya diam.
Setelah keluar dari ruangan YM mengalami pendarahan dibagian vagina dan pingsan. YM dibawa provos ke Rumah Sakit dan YM dirawat inap. Malam itu suaminya YM dan ke empat (4) rekannya menemani YM di rumah sakit, keesokan harinya suaminya dank e empat rekannya pergi meninggalkan YM di RS begitu saja. Setelah itu Perawat datang dan mengatakan kalau YM boleh pulang.
YM juga sudah berputus asa dengan proses penanganan kasus yang melelahkan baik secara fisik dan psikis. Waktu itu pelayanan terpadu untuk perempuan dan anak korban kekerasan dikabupaten belum berjalan,sehingga YM mengusahakan sendiri proses hukumnya tanpa ada pendamping.
Kasus 3 : GAT, 45 tahun, dijanjikan menikah resmi setelah menikah secara agama islam
GAT, 45 tahun berkenalan dengan suaminya berinisial T pada bulan Desember 2014. Saat GAT diminta mengambilkan gaji Pemilik kantin tempat bekerja di Fakultas tempat T bekerja. Pada saat menunggu, Tmenghampiri GAT dan meminta nomor handphone. T mengaku sudah 4 (empat) tahun berpisah dengan istrinya, dan saat ini T sedang proses bercerai dari istrinya yang berinisial H. T juga mengaku dirinya T tinggal di kontraan. T menjanjikan GAT akan dibangunkan rumah dan dibelikan tanah, jika GAT bersedia menjadi istrinya.
Pada tanggal 17 Januari 2015, T yang mengetahui GAT memiliki penyakit serius, menawarkan diri untuk mengantarkan GAT berobat ke Kabupaten Magelang. Sepulang dari Kabupaten Magelang, T memilih lewat jalan Bandungan Kabupaten Semarang. Bandungan merupakan daerah objek wisata pegunungan. Saat melewati Bandungan T berhenti depan sebuah penginapan. T memaksa GAT menginap. GAT sudah menolak, bahkan berteriak dan mengancam akan melompat dari sepeda motor dan terjun ke jurang jika memaksanya menginap. Sehingga rencana T untuk menginap bersama GAT tidak terlaksana. Setelah itu T mengirim sms ke GATyang berisi “orang yang menolak cinta saya pasti akan jatuh kepelukan saya, langit dan bumi jadi saksinya”.
Pada tanggal 30 Januari 2015, T kembali mengantarkan GAT berobat ke Kabupaten Magelang. pulang berobat, T mengajak GAT menginap di rumah saudaranya di Magelang dengan alasan hari sudah malam. T mengatakan kepada saudaranya jika GAT adalah istrinya. Saat didalam kamar T memaksa GAT berhubungan seksual. GAT menolak dengan alasan haid. Tetapi T tetap memaksa dan menyetubuhi P yang saat itu sedang haid. Kejadian tersebut terulang kembali pada tanggal 6 Februari 2015. Hingga akhirnya GAT positif hamil. Sejak saat itu GAT tidak berdaya menolak ajakan T, karena sudah hamil dan T selalu menjanjikan untuk menikahi GAT.
Pada April 2015, dalam kondisi hamil, GAT meminta ijin kepada anak pertama T melalui sms untuk melaksanakan pernikahan dengan T. Namun tidak ada respon, GAT menduga anak Terlapor sudah menyetujui. Sehingga pada tanggal 11 April 2015, GAT dan T menikah secara agama di Masjid di Jalan Kawi dengan penghulu ulama berinisial Jamil dan disaksikan dua (2) orang saksi yaitu anak Pelapor dan security masjid. Foto-foto dan rekaman video saat ijab juga ada.
Setelah menikah GAT dan T sering terlibat percekcokan. Percekcokan disebabkan GAT beberapa kali menemukan sms dari beberapa perempuan lain di HP T. Bahkan ada yang menelepon mengaku berinisial DM meminta sejumlah uang untuk dikirimkan ke rekening miliknya. Setelah diklarifikasi P kepada T, Terlapor mengelak. Pada saat itu GAT baru mengetahui bahwa T belum bercerai. Ketika GATmenagih janji T untuk menikahi resmi dan membangunkan, T justru marah-marah dan mencekik GAT. T juga mengancam akan membunuh T. GAT juga sempat ditusuk dengan pisau dan mau ditabrak dengan motor. GAT juga menemukan bukti potongan gaji di laci kerja T di Kampus Fakultas Psikolog yang isinya pembelian tas, sepatu, jaket, kacamata, kosmetik, dan oriflamme. Bukan untuk isteri sahnya maupun untuk GAT.
Setelah kejadian tersebut, GAT mengadukan perbuatan Terlapor di tempat T ke Fakultas tempat T bekerja untuk membantu penyelesaian GAT dengan T. Pada saat itu disepakati daam surat pernyataan bahwa T akan memenuhi hak GAT untuk memberikan nafkah. Namun T tetap tidak memenuhi sebagaimana surat pernyataan yang telah ditulis.
Berbagai upaya telah dilakukan GAT mulai mengadukan T kepada dekan pada tanggal 11 juni 2015 , namun GAT justru, bentak-bentak, dipaksa keluar dan diusir oleh Satpam tempat T bekerja. Bahkan pada tanggal 20 Oktober 2015 ketika GAT hanya berada di tempat kerja T dan sedang berbincang dengan beberapa pegawai disana. GAT juga dibentak bahkan GAT diserat dari lantai dua (2) dan melempar badan hingga pintu. Menurut GAT, Dekan tidak akan objektif menangani pelaporan GAT, karena T telah berjasa pada pengangkatan Dekan. Selain ke Dekan GAT juga telah mengadukan perbuatan T ke rektor, namun tidak ada solusi dan terkesan membiarkan permasalahan tersebut begitu saja.
Dian Puspitasari
Mahasiswa Magister Hukum Universitas Semarang
Advokat
Direktur LRC-KJHAM Semarang tahun 2016-2018
[1] Kasus masuk di LRC-KJHAM tahun 2012