Oleh: Cerrisa Putri Elesta (Mahasiswa Magang Universitas Diponegoro)

Pada tanggal 7 maret 2025, LRC-KJHAM melakukan Live Instagram “Ngemper” (Ngobrol Bareng Perempuan) yang ke-97 dalam rangka refleksi peringatan Hari Perempuan Internasional dengan narasumber dari direktur LRC-KJHAM yaitu Ibu Nur Laila Hafidhoh. Live Instagram dengan tema “Perempuan dan Kebijakan Efisiensi Anggaran” ini bertujuan untuk membahas bagaimana kebijakan efisiensi anggaran berdampak pada layanan perlindungan perempuan korban kekerasan.

Dalam diskusi ini, Mbak Yaya menyoroti bagaimana Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur efisiensi belanja APBN dan APBD telah berpengaruh terhadap akses layanan bagi kelompok rentan termasuk perempuan korban kekerasan. Seiring dengan perubahan kepemimpinan di tingkat nasional dan daerah kebijakan efisiensi anggaran menjadi salah satu langkah yang diterapkan pemerintah. Namun, kebijakan ini membawa tantangan besar bagi perempuan korban kekerasan. Pemangkasan anggaran menyebabkan berkurangnya dana bagi lembaga layanan perlindungan Perempuan termasuk UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak) serta organisasi berbasis masyarakat.

Menurut Mbak Yaya dampak dari kebijakan ini sangat luas seperti berkurangnya anggaran untuk layanan perlindungan sehingga mereka kesulitan menyediakan layanan psikologis, bantuan hukum serta shelter bagi korban kekerasan. Keterbatasan dana pemerintah juga menyebabkan meningkatnya beban lembaga berbasis masyarakat. Hal ini menyebabkan lembaga-lembaga masyarakat harus bekerja dengan sumber daya yang semakin terbatas, sementara jumlah kasus kekerasan tetap tinggi. Terakhir, terdapat ketidakjelasan komitmen negara terhadap perlindungan perempuan karena kebijakan efisiensi anggaran seharusnya tidak mengorbankan hak-hak perempuan.

Pada akhir diskusi, Mbak Yaya memberikan beberapa rekomendasi untuk pemerintah seperti meninjau kembali sektor yang terkena pemangkasan efisiensi anggaran seharusnya dilakukan pada sektor yang kurang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat bukan pada perlindungan korban kekerasan. Selain itu penting untuk memastikan adanya kajian mendalam sebelum membuat kebijakan terutama pada kelompk rentan atau perempuan korban kekerasan. Terakhir negara harus bekerja sama dengan organisasi masyarakat untuk memastikan layanan bagi korban agar tetap berjalan.

Sebagai penutup, Mbak Yaya mengajak masyarakat untuk terus menyuarakan isu ini agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah benar-benar berpihak dan lebih adil kepada kelompok rentan, serta komitmen kuat dari negara untuk melindungi hak-hak perempuan.