PRESS RELEASE


Korban berinisial ENS menikah dengan Dr. Faqih Nabhan., MM (mantan suami) pada tahun 1997.  Tahun pertama pernikahan, mereka sering terlibat percekcokan dan Dr. Faqih Nabhan., MM selalu mengancam akan mengembalikan ENS ke orang tuanya.  Sejak awal menikah sampai tahun 2012 ENS tidak mendapatkan nafkah dari suaminya karena saat itu suaminya sedang melanjutkan S2 dan S3. Kebutuhan rumah tangga ENS dibantu oleh orang tua Terdakwa.

Pada tahun 2012 ENS dan suaminya merintis BMT RAMADANA. Suami menjabat sebagai Ketua Pengurus, dan Manager sedangkan ENS menjabat Manajer Operasional merangkap sebagai Sekertaris Ketua Pengurus. Atas kegigihan korban asset BMT Ramadana dari hanya (nol) rupiah sampai per-Juni 2017 mencapai Asset 5 (lima) Milyar. Sejak itu ENS baru mendapatkan nafkah melalui gaji suami bekerja di BMT. Selama ini bendahara BMT mentransfer gaji ENS dan gaji suami ke rekening ENS. Pada bulan November 2016 suaminya mengajukan gugatan percerian ke PA setelah ketahuan memiliki perempuan lain. Selama proses perceraian tepatnya bulan Januari 2017 hingga Juli 2017 atas perintah suaminya bendahara mengurangi jumlah transferan. Pengurangan gaji dilakukan untuk menghambat perjuangan ENS. 

Pada tanggal 3 Agustus 2017 ENS mendatangi kasir sambil menyodorkan selembar kertas rincian kekurangan gaji mantan suaminya berjumlah Rp. 19.000.000 yang belum ditransferkan BMT. ENS kemudian menggambil sendiri uang di boxteller yang sudah dalam keadaan terbuka. ENS juga menyampaikan dirinya yang akan menyampaikan pada suaminya.  ENS menghitung uang dibantu anak magang untuk memastikan uang yang ENS ambil sesuai dengan catatan. Uang tersebut dipergunakan ENS untuk keperluan rumah tangga sepeti membayar sekolah anak, membayar hutang, dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pada hari itu ENS di pecat tanpa melalui proses klarifikasi maupun mediasi. Surat pemecatan baru ENS ketahui dipersidangan saat ENS periksa dipersidangan sebagai Terdakwa.

Bahwa gugatan percerian yang diajukan oleh suaminya berjalan selama kurang lebih (3) tahun. Selama proses percerian tersebut, suaminya meninggalkan rumah bersama.   ENS jug tidak mendapatkan nafkah. Suaminya menjauhkan ENS dari anak-anaknya. Selain itu ENS sering mendapatkan ancaman pengusiran dari rumah bersama. ENS sudah berusaha untuk mendapatkan nafkah dari suaminya melalui instansi tempat suaminya bekerja. Tetapi tidak berhasil. Sehingga pada tanggal 20 Februari 2018 ENS melaporkan suaminya ke Polres Salatiga atas dugaan penelantaran rumah tangga.

Dalam proses mendorong proses hukum Kasus KDRT penelantaran di Polres Salatiga  hinggga dinyatakan P21. Sehari setelah kejaksaaan menyatakan kasus tersebut lengkap. ENS ditetapkan sebagai Tersangka atas dugaan pencurian yang dilaporkan Ade Nur Setyanto. Kasus ini dijadikan barter agar ENS mencabut laporannya. suami ENS mengancam akan melaporkan Terdakwa apabila kasus KDRT tidak dicabut. Selain suaminya ada orang juga menyampaikan hal yang sama. ENS mencabut laporan dan kasus pencurian tidak akan diteruskan. Saat ini kasus KDRT dan Kasus Dugaan Pencurian yang didakwakan oleh Terdakwa sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Salatiga.

Bahwa  kasus pencurian yang dilakukan oleh Terdakwa dilatarbelakangi bahwa Terdakwa diputus nafkahnya oleh mantan suaminya sehingga membuat Terdakwa mengambil uang kas BMT Ramadana yang menurut Terdakwa uang tersebut adalah gaji mantan suaminya yang belum dibayarkan. Didalam persidangan mantan suami Terdakwa juga mengakui menghentikan transferan gajinya dikarenakan tidak bisa bertemu dengan anaknya dikarenkaan akses komunikasi dengan anak-anaknya diputus oleh Terdakwa. Hal ini mengindikasikan bahwa mantan suami terdakwa sengaja menghentikan transferan sebagai bentuk penghukuman dan upaya pemiskinan kepada Terdakwa.

Hukum mendefinisikan dan memperlakukan perempuan menurut cara dan logika lelaki memandang dan menyikapi perempuan baik secara sosial, kultural, politis maupun religius. Hukum digunakan sebagai instrumen ideologis untuk mendefinisikan dan mengontrol perilaku sosial dan masalah seksual perempuan (mackinnon yang dikuti[  Nuryamin Aini Saat Hukum Tidak Berdaya 2009)

Ada adagium yang sangat terkenal dalam hukum pidana yaitu, “lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang benar”. Adagium ini mensyaratkan bahwa ketika satu orang benar atau tidak bersalah dijatuhi hukuman, maka runtuhlah hukum itu. Menghukum orang yang tidak bersalah adalah suatu kejahatan paling dikutuk dan tidak dapat dibenarkan sama sekali. Berdasarkan fakta tersebut, Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia  (LRC-KJHAM) sebuah NGO yang concern terhadap penegakan Hak Asasi Perempuan dan untuk mewujudkan keadilan bagi ENS. kami mendukung Majelis Hakim pemeriksa perkara Nomor: 94/Pid.B/2019/Smg untuk:

  1. Membebaskan Terdakwa dari segala tuntutan,
  2. Apabila Terdakwa dinyatakan bersalah, mohon agar majelis hakim memberikan hukuman percobaan kepada Terdakwa.

Semarang, 30 September 2019