Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia/ LRC-KJHAM
Jl. Kauman Raya No. 61 A Palebon Pedurungan Semarang
Email: lrc_kjham2004@yahoo.com Website: lrckjham.id
Sidang pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual masih diselenggarakan oleh Panja DPR RI. Memasuki hari ke tiga (3) yaitu tanggal 30 Maret 2022, pembahasan DIM RUU TPKS semakin memiliki semangat yang sama untuk menghadirkan perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual yang komperhensif. Adapun hasil pemantauan yang telah dilakukan LRC-KJHAM, sebagai berikut;
- Restitusi menjadi pidana pokok
Pasal 14 Selain pidana penjara pidana denda, atau pidana lainnya menurut ketentuan undang-undang hakim wajib menetapkan besarnya Restitusi terhadap Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih (kata “juga” diganti dengan “wajib”).
2. Penambahan subjek pada pelaksanan rehabilitas
Pada DIM 129 Pelaksanaan Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan di bawah koordinasi jaksa dan pengawasan secara berkala oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang social dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
3. Jika pelaku adalah Korporasi
a. Disetujui Panja (1) Korporasi yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp5000.000.000 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah)
b. Selain pidana denda, hakim juga menetapkan besarnya Restitusi pelaku Korporasi à melihat ancaman pidananya sudah bisa dilakukan (DIM 132)
4. Penghapusan persyaratan “beriman dan bertakwa” bagi penyidik, penuntut umum dan hakim
5. DIM 154: penyidik, penuntut umum dan hakim memiliki integritas dan kompetensi tentang penanganan perkara TPKS
6. Restoratif justice tidak berlaku dalam tindak pidana kekerasan seksual kecuali jika pelakunya anak.
a. Redaksi yang disepakati adalah“Perkara TPKS tidak dapat dilakukan proses penyelesaian di luar pengadilan kecuali terhadap pelaku anak.”
b. Jika pelakunya anak, dikembalikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU Perlindungan Anak, Sistem Peradilan Pidana Anak)
7. Terobosan baru bahwa barang bukti dijadikan alat bukti agar memperkuat pembuktian “keterangan korban sudah menjadi alat bukti, ditambah dengan barang bukti sudah cukup ini agar apparat penegak hokum tidak lagi mengatakan kurang alat bukti” dan sesuai dengan RUU KUHAP.
8. Pengakuan Keterangan korban penyandang disabilitas
9. Pendampingan korban
a. Memasukkan Lembaga Penyedia layanan sebagai pendamping
b. Pendamping terdiri dari Petugas LPSK, Petugas UPTD PPA, Tenaga Kesehatan, Psikolog, pekerja social, tenaga kesejahteran social, psikiater, pendamping hukum meliputi advokat dan paralegal dan atau pendamping lainnya
c. Pendampingan bagi korban penyandang disabilitas
10. Restitusi
Kewajiban penyidik, penuntut umum dan hakim menyampaikan hak atas restitusi terhadap korban.
11. Tambahan di akhir
a. Mekanisme penghitungan restitusi & victim trust fun.
b. Pendalaman rumusan pemaksaan aborsi, perbudakan seksual, KBGO.
Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, kami memberikan dukungan terhadap Panja DPR RI yang telah berjuang. Kami juga merekomendasikan untuk memastikan isu krusial seperti tindak pidana kekerasan seksual, hukum acara, penyelenggaraan layanan, partisipasi masyarakat dan pengawasan, harus bisa mengakomodir kerentanan dan kebutuhan korban kekerasan seksual.
Narahubung : Citra (085726402796)