Oleh

Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia

(LRC-KJHAM)

Jl. Kauman Raya No. 61 A Palebon Pedurungan Semarang  

Pada tanggal 2 Oktober 2022 dunia social media diramaikan dengan adanya video pasangan artis yang “ngeprank” Polisi, dengan berpura-pura membuat laporan palsu kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Tindakan ini jelas melukai banyak perempuan korban KDRT yang sedang berjuang untuk mengakses keadilan.

Kasus KDRT adalah diantara kasus kekerasan terhadap perempuan yang paling banyak mengadu ke LRC-KJHAM. Berdasarkan data pengaduan kasus LRC-KJHAM di Tahun 2018 – September 2022 terdapat 143 kasus KDRT. Korban mengalami kekerasan fisik seperti dipukuli, diseret, dibenturkan ke tembok, bahkan dibakar oleh suaminya, kekerasan psikis seperti dihina, dicaci maki dengan kata-kata kasar, kekerasan seksual dengan cara dipaksa berhubungan seksual atau diperlakukan kasar pada saat berhubungan seksual, dan penelantaran ekonomi seperti tidak dinafkahi selama bertahun-tahun.

Para perempuan korban KDRT tersebut berjuang melepaskan belenggu kekerasan yang dialami selama bertahun-tahun. Berbagai upaya dilakukan demi melindungi anak-anak, keluarga bahkan melindungi nama baik suaminya (yang telah melakukan KDRT). Mereka juga berjuang melawan stigma yang kuat di masyarakat, seperti anggap istri yang tidak menghormati suami, dianggap menceritakan aib rumah tangga dan sebagainya. Para korban KDRT ini juga berani melawan resiko menjalani proses hukum yang sulit dan panjang. Tidak jarang laporan yang tidak diterima, diminta bersabar, atau berusaha didamaikan dengan pelaku, meskipun peristiwa itu telah terjadi berulang kali. Jikapun bisa diproses sampai putusan, putusan tersebut dirasa sangat tidak adil bagi korban. Tidak sebanding dengan penderitaan korban yang dialami selama bertahun-tahun.

Konten video “ngeprank” polisi untuk laporan KDRT ini jelas menciderai upaya negara ini untuk memperkuat aparat penegak hukum terutama kepolisian dalam menjalankan perannya dalam penegakan hukum bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga.

Konten video laporan palsu KDRT yang dilakukan oleh public figure juga bertentangan dengan upaya pemerintah dalam pencegahan KDRT sebagaimana diatur dalam pasal 12 UU No 23 tahun 2004 “menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga”.

Kasus KDRT sangat tidak layak menjadi bahan bercandaan. Seorang penyintas KDRT, anggota Support Group Sekartaji menyampaikan “Tidak etis penderitaan orang dipakai bercandaan. Karena perjuangan para korban untuk sampai ke kantor polisi dan mencari keadilan tidaklah mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan dan risiko yang bakal dihadapi.”

Untuk itu, LRC-KJHAM berharap agar kasus ini bisa diproses hukum. Agar menjadi pembelajaran agar tidak membuat konten yang bertentangan dengan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Terlebih hal ini dilakukan oleh publik figure dengan akun social media yang diikuti oleh masyarakat. Pemerintah juga harus memperkuat upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan, termasuk KDRT yang terintegrasi dengan media komunikasi dan elektronik.

Narahubung:

Citra (085726402796)